Suara.com - Seiring dengan perkembangan lanskap pembayaran di Indonesia, semakin beragam pula ancaman yang ada. Untuk itu, Visa meluncurkan Payment Security Roadmap (Peta Jalan Keamanan Pembayaran) di Indonesia.
Roadmap ini terdiri dari empat pilar, yaitu:
1. Devalue Data [mengurangi nilai data] dengan menyamarkan data penting hingga tidak memiliki nilai apabila dicuri, menggunakan tokenisasi dan EMV.
2. Melindungi Data melalui enkripsi dan standar keamanan payment card industry (PCI).
3. Memberdayakan konsumen untuk memerangi penipuan dengan memberikan pemberitahuan transaksi dan pengendalian pengeluaran.
4. Memanfaatkan Data untuk mengidentifikasi penipuan sebelum terjadi. Hal ini bisa dilakukan dengan meanfaatkan risk-based authentication, biometric, dll. Misalnya memanfaatkan sistem keamanan smartphone untuk mengesahkan transaksi.
“Di Visa, keamanan adalah prioritas tertinggi kami dan kami berinvestasi besar-besaran untuk menjaga dan meningkatkan keamanan setiap transaksi Visa untuk memastikan konsumen dan bisnis terlindungi,” ujar Joe Cunningham kepada media, beberapa waktu lalu.
Joe menyatakan bahwa untuk kasus penipuan dan pencurian data kini sudah semakin bergeser dari physical/offline ke online. Untuk pencurian data di dunia nyata, misalnya dengan memalsukan kartu atau mencuri kartu fisik sudah hampir tidak ada dan yang sedang marak adalah pencurian data secara online.
Baca Juga: BCA Mobile Alami Eror Pagi Ini
"Melihat perkembangan ini, Visa percaya bahwa upaya peningkatan keamanan harus difokuskan ke transaksi online, seperti pada identitas digital dan otentikasi identitas konsumen untuk memitigasi ancaman," ucapnya.
Salah satu metode pembayaran yang minim risiko dan jumlah kasus fraud paling rendah dibanding cara pembayaran lainnya di seluruh dunia, adalah metode pembayaran contactless. Dalam bentuk fisiknya, kartu contactless memanfaatkan antena komunikasi medan dekat atau Near Field Communication (NFC) untuk memungkinkan pemegang kartu melakukan transaksi pembayaran secara nirsentuh (contactless), cukup dengan mentap pada mesin pembayaran EDC (Electronic Data Capture).
Karena menggunakan NFC, maka transaksi tidak tergantung dengan jaringan internet, sehingga transaksi bisa dilakukan secara mudah, cepat dan praktis. Pemegang kartu cukup mendekatkan/tap kartu pada mesin EDC selama beberapa detik untuk melakukan pembayaran
Namun, penetrasi penggunaan pembayaran contactless di Indonesia termasuk masih rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Berdasarkan Visa Consumer Payment Attitude Study 2022, penggunaan kartu contactless di Indonesia naik terus terutama dalam periode 2020-2022. Sekitar 34% responden mengaku pernah menggunakan pembayaran dengan kartu contactless saat ini, sesuai studi tersebut yang dilakukan terhadap 1.000 orang di kota-kota besar di Indonesia. Meski setiap tahunnya meningkat, penetrasi belanja menggunakan kartu contactless di Indonesia masih cukup jauh di bawah rata-rata Asia Pasifik yaitu 50%, bahkan di beberapa negara sudah mencapai lebih dari 90%, seperti di Singapura dan Australia.
Joe juga menekankan pentingnya mengikuti standar global yang diterima di seluruh dunia. Saat sebuah negara mengaplikasikan standar yang berbeda dibanding standar mayoritas negara-negara lainnya, maka negara yang menjalankan standar berbeda tersebut bisa tertinggal jauh dalam inovasi, interoperabilitas, dan kenyamanan konsumen. Khususnya di area pembayaran, negara ini menjadi rentan terhadap serangan kriminal. Contohnya ketika beberapa tahun lalu, kartu berteknologi magnet berubah menjadi teknologi chip, negara yang terlambat mengadopsi teknologi chip menjadi sasaran empuk kejahatan akibat keamanan yang lebih rendah.
Baca Juga: Dalam 28 Hari, JIExpo Catat Transaksi Jakarta Fair 2023 Capai Rp 7,5 Triliun
“Kami percaya bahwa baik pemerintah Indonesia maupun masyarakatnya akan mendapatkan banyak manfaat dari menerapkan teknologi dan standar pembayaran serta keamanannya yang berlaku secara global," ungkapnya.
Secara umum, Visa juga mendorong para mitra dan pemangku kepentingan lainnya untuk terus mengamankan ekosistem pembayaran di Indonesia, termasuk:
1. Mendorong adopsi teknologi yang aman, dipakai di seluruh dunia dan berstandar global
2. Mengamankan pengalaman pembayaran digital-first
3. Memastikan ketahanan ekosistem
4. Mencegah serangan enumerasi
5. Meningkatkan postur keamanan siber anggota ekosistem pembayaran
6. Mencegah konsumen dan bisnis menjadi korban penipuan
“Pengalaman pengguna sangat penting dalam transaksi e-commerce. Tetapi transaksi yang dipermudah bukan berarti keamanan harus dikorbankan. Secara keseluruhan transaksi harus cepat, lancar dan aman. Hal ini dapat dimungkinkan dengan mengadaptasi teknologi seperti risk-based authentication. Sekali lagi, kalau tidak terus memperbarui teknologi pembayaran dan keamanan dengan standar global terkini, maka pada gilirannya konsumen dapat dirugikan dan biaya yang dikeluarkan untuk mengelola risiko dan mengamankan ekosistem menjadi lebih besar lagi. Jangan sampai tertinggal,” tutup Joe.