Suara.com - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan tidak ada yang salah dalam pembangunan proyek jembatan lengkung bentang panjang atau longspan LRT Jabodebek.
Dia bilang proyek yang sudah jadi tersebut merupakan karya arsitektur terbaik dari solusi yang dicari untuk membangun LRT Jabodebek.
"Saya nggak mau ngomong salah dan benar, tetapi ini adalah suatu kelaziman bahwa pada satu tikungan harus ada solusi," kata Budi saat ditemui di Istana Negara, Jakarta, Kamis (3/8/20203).
"Coba bayangin kalau di tengah-tengahnya ada kolom, atau dibikin segi empat, suruh berhenti. Ya itu solusi desain yang optimum, tapi memang saya nggak akan katakan itu maksimum. Jadi kalau saya, saya bisa katakan tidak salah, itu adalah solusi desain," tambah Budi.
Baca Juga: Bukan Salah Desain, Menhub Ungkap Alasan LRT Jabodebek Dibangun dengan Konstruksi Longspan
Budi Karya melanjutkan sebagai orang yang berlatar belakang arsitek, dirinya mengapresiasi desain yang sudah dibuat tersebut.
"Jadi kalau saya sih sebagai engineer juga mengapresiasi suatu karya anak bangsa, desain, wanita dari bandung dengan panjang dan tikungan pertama kali," ungkap Budi Karya.
Sebelumnya, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo bikin heboh karena menyebut proyek LRT Jabodebek dibuat tak sesuai dengan perencanaan awal yang matang alias salah desain.
Dirinya mencontohkan salah satunya terkait dengan longspan atau jembatan lengkung bentang panjang yang berada dibawah jalan Gatot Subroto hingga jalan Kuningan, Jakarta Selatan.
"Itu salah desain karena dulu Adhi (PT Adhi Karya) sudah bangun jembatannya, dia nggak ngetes sudut kemiringan keretanya," kata Tiko sapaan akrabnya dalam acara InJourney Talks secara daring yang dikutip Rabu (2/8/2023).
Baca Juga: Heboh LRT Salah Desain, Uji Coba Fix Mundur
Menurut dia seharusnya Adhi Karya membuat jembatan lengkung tersebut dengan lebar, bukan yang ada seperti sekarang yang memiliki space terbatas, hal ini kata dia akan berdampak pada kecepatan kereta yang akan lewat.
"Jadi sekarang kalau belok harus pelan sekali, karena harusnya lebih lebar tikungannya," paparnya.
"Kalau tikungannya lebih lebar dia bisa belok sambil speed up, karena tikungannya sekarang udah terlanjur dibikin sempit, mau nggak mau keretanya harus jalan hanya 20 km/jam, pelan banget," tambahnya.
Tak hanya itu masalah lain muncul terkait software yang harus dimiliki oleh kereta tanpa masinis tersebut. Dia bilang Siemens yang merupakan penyedia software LRT Jabodebek memprotes karena spesifikasi kereta yang dibua PT INKA (Persero) tidak sama satu dengan lainnya.
"Siemens suatu hari call meeting, komplain sama saya. Pak ini software-nya naik cost-nya, kenapa, spec keretanya INKA ini baik dimensi, berat maupun kecepatan dan pengeremannya berbeda-beda satu sama lain," papar Tiko.
"Jadi 31 kereta beda spec semua, jadi software-nya mesti dibikin toleransinya lebih lebar supaya bisa meng-capture berbagai macam spec tadi itu," tambahnya.
Sejumlah borok proyek senilai Rp32,5 triliun ini diketahui usai dirinya membentuk tim project management office (PMO) untuk memastikan integrasi proyek tersebut tercipta.
"Jadi semua komponen project ini berjalan liar, tanpa ada integrator di tengah," katanya.