Suara.com - Buruh lewat Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh menginginkan pemerintah bisa menaikan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimun kabupaten/kota (UMK) 2024 sebesar 10-15%. Angka itu muncul sesuai hasil survei lapangan Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Merespon permintaan itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani mengatakan, kekinian para pengusaha masih patuh dalam aturan perhitungan upah.
Perhitungan upah itu sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
"Jadi kita mengikuti formula kenaikan upah yang sudah ditetapkan oleh pemerintah karena kita harus menghormati itu," ujarnya di Jakarta, Senin (31/7/2023).
Baca Juga: Pengusaha Industri Energi ASEAN Bakal Kumpul di Bali, Ini yang Dibahas
Shinta melanjutkan, keadaan pengusaha saat ini juga tidak mudah dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi. Sehingga, pihaknya akan tetap mengikuti perhitungan dari pemerintah, jika ada kenaikan upah.
"Tentu saja keadaan tidak mudah dengan kondisi sekarang. Tetapi kita melihat seperti apa perhitungannya karena setiap daerah itu beda-beda, provinsi dan kabupaten kota itu beda-beda nggak bisa disamakan," imbuhnya.
Alasan buruh minta naikkan UMP
Sebelumnya, Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengungkapkan ada alasan dari permintaan para buruh tersebut. Pertama, pertumbuhan ekonomi Indonesia dilihat telah membaik, maka dari itu upah buruh harus dinaikkan.
Kemudian kedua, bilang dia, karena Indonesia masuk dalam middle income country itu penghasilan per kapitanya di atas USD 4.500 per tahun.
Baca Juga: Pengusaha Muda Ingin Calon Presiden Baru Punya Visi yang Jelas soal Pajak RI
"Itu dibagi 12 (bulan), bahkan sebulan ketemu sekitar Rp 5,6 juta. Ya upah minimum harus Rp 5,6 juta dong, kan middle income country. Pengusaha diuntungkan dengan middle income country, ada keringat buruh, keringat petani, keringat nelayan, keringat guru honorer, kok gak menikmati hasilnya dari middle income country. Rp5,6 juta, nah kira-kira 15% itu naik," kata dia.
Lalu alasan keempat,untuk mengurangi disparitas. Said menjelaskan, jika sudah di atas kebutuhan hidup layak 100% maka naiknya 10%-12%. Yang masih rendah, disparitasnya tinggi naik 15%.
"Alasan keempat, hasil penelitian litbang, partai buruh, KSPI, KSPSI, KPBI, KSBSI, FSPMI, dan SPN, kami menemukan kenaikan harga kebutuhan hidup layak (KHL) itu berkisar 12%-15%, ini kami ambil yang tertinggi 15%," pungkas Iqbal.