Faktor Ekonomi Jadi Penyebab Angka Putus Sekolah, Masih Tinggi, Begini Solusinya

Achmad Fauzi Suara.Com
Jum'at, 28 Juli 2023 | 15:36 WIB
Faktor Ekonomi Jadi Penyebab Angka Putus Sekolah, Masih Tinggi, Begini Solusinya
Ilustrasi anak sekolah (UnsplashRafael Atantya)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Angka putus sekolah di Indonesia masih tinggi. Jumlah putus sekolah terjadi di seluruh jenjang pendidikan, baik Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), maupun Sekolah Menengah Atas (SMA).

Berdasarkan data BPS, Putus sekolah di SMA menjadi yang tertinggi di tahun 2022 karena mencapai 1,38% atau naik dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 1,12%. Jadi, ada 13 siswa dari seribu siswa di Indonesia yang putus sekolah pada jenjang SMA. 

Sementara angka putus sekolah di tingkat SMP sepanjang tahun 2022 menyentuh angka 1,06%, lebih tinggi dibandingkan tahun 2021 0,90%. Sedangkan pada tingkat SD, angka putus sekolah tahun lalu sebesar 0,13%, tetap lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya 0,12%.

Dari hasil pencatatan BPS di atas dapat dikatakan bahwa kondisi pendidikan di Indonesia cukup memprihatinkan. Selain faktor ekonomi, tingginya angka putus sekolah dan kualitas pendidikan yang relatif rendah, menghambat naiknya Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Baca Juga: Tak Hanya Sektor Kesehatan, Polusi Udara Bisa Sebabkan Ekonomi RI Rugi

Sebagai upaya terus meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, pemanfaatan teknologi bisa menjadi solusi. Misalnya, seluruh anak di Indonesia bisa mendapatkan pendidikan berkualitas melalui berbagai platform daring yang sudah sangat mudah diakses.

Dengannya, setiap anak di Indonesia bisa mendapatkan kualitas pendidika merata, serta bisa diakses dari mana saja dan kapan saja. 

Salah satu dari sekian banyak platform daring tersebut adalah platform Pijar, sebuah produk digital di bawah payung Leap Telkom Digital dari PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (Telkom). 

Terdapat dua produk utama di dalam platform Pijar yaitu Pijar Sekolah
dan Pijar Belajar. Kedua produk Pijar ini dapat digunakan dengan mudah oleh seluruh guru dan siswa di tanah air.

Staf Khusus Presiden Bidang Pendidikan Billy Mambrasar, Staf Khusus Presiden Jokowi Bidang Pendidikan, Inovasi, dan Daerah Terluar mengatakan, pembelajaran-pembelajaran digital seperti ditawarkan Pijar, layak dan patut dijadikan opsi dalam peningkatan IPM. 

Baca Juga: Pengawal Menko Airlangga Ancam Tembak Jurnalis, Kemenko Ekonomi Bantah Ucapkan Kata 'Gue Tembak Lo'

Lebih khususnya lagi menurunkan angka putus sekolah karena bisa memberikan alternatif pembelajaran menyenangkan dari mana saja. 

"Zaman sudah berubah selepas pandemi, belajar tak selalu harus di dalam kelas dan ada guru di depan murid. Metode belajar daring sudah lebih beragam dan menyenangkan murid," ujarnya di Jakarta yang dikutip Jumat (28/7/2023). 

Dia menilai, karakter generasi Z sebagai murid tingkat dasar dan menengah, adalah early adopter technologies sekaligus digital native. Artinya, sejak lahir mereka terbiasa dengan perangkat digital dan cenderung mau menjadi pengguna pertama perangkat dan aplikasi digital. 

"Pengalaman pandemi kemarin kala anak-anak gunakan Zoom dan Google Class Room, juga mewariskan pengalaman belajar daring yang lebih baik dari dekade-dekade sebelumnya," sambung putra pertama Papua yang lulus dari Harvard dan Oxford University tersebut. 

Melalui PIKM, masyarakat di daerah terluar bisa peroleh modul pembelajaran daring dengan instruktur profesional dan berpengalaman bahkan tanpa biaya sepeserpun. 

Sementara, Lead Coach REFO Indonesia, Steven Sutantro mengatakan, platform edtech (education tech) seperti Pijar berperan penting dalam menurunkan rate putus sekolah. Sebab, edtech dapat meningkatkan kualitas pendidikan yang tentunya akan memperkaya pengalaman dan motivasi belajar siswa.

"Tentunya dengan edtech di Indonesia akan berdampak mentransformasi pembelajaran menjadi lebih efektif efisien yang akan berpengaruh kepada kualitas hasil pembelajaran yang berpengaruh langsung ke IPM," imbuh dia.

Menurut dia, hal tersebut bisa dicapai dengan sosialiasi berkelanjutan serta lebih masif kepada sekolah, perusahaan, dan pemerintah. Terutama terkait dampak edtech, ROI (tingkat pengembalian investasi), dan success story guna mempercepat adopsi edtech indo di Indonesia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI