Suara.com - Indonesia dan Jepang melakukan pertemuan bilateral dan membahas 4 hal bidang ketenagakerjaan. Pertemuan diwakili oleh Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah dan Menteri Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang, Katsunobu Kato. di sela-sela Presidensi G20 India, di Indore, Jepang, Jumat (21/7/2023).
Adapun keempat bidang yang dibahas tersebut, pertama, penugasan labour policy advisor (penasihat kebijakan ketenagakerjaan) di Kemnaker. Menaker menyampaikan bahwa kehadiran Labour Policy Advisor dari Jepang sangat penting dalam mendukung pengembangan ketenagakerjaan di Indonesia.
Beberapa manfaat yang diterima, seperti update informasi mengenai regulasi dan kebijakan ketenagakerjaan Jepang dan peningkatan kapasitas SDM Kemnaker melalui pengembangan program Sharoushi di Indonesia.
Ia juga mengatakan bahwa Labour Policy Advisor telah memberikan informasi kerja sama yang melibatkan bidang ketenagakerjaan dengan organisasi pemerintah Jepang lainnya, seperti Japan External Trade Organization (JETRO).
Baca Juga: Tekan Angka Kecelakaan Kerja, Kemnaker Terus Tingkatkan Kompetensi Ahli K3
Menaker berharap, di masa yang akan datang, penugasan Labour Policy Advisor dapat membantu dalam melakukan mediasi dan mengakselerasi kerja sama dengan Pemerintah Jepang, khususnya terkait program ketenagakerjaan yang inklusif dan berkelanjutan.
Kedua, penerapan technical intern training program (pemagangan) di Indonesia. Ida mengatakan, program pemagangan telah berkontribusi secara signifikan dalam peningkatan kualitas dan kompetensi angkatan kerja Indonesia.
Menurutnya, masyarakat Indonesia, khususnya angkatan kerja mudanya memiliki minat yang tinggi untuk berpartisipasi dalam program ini. Selain itu, jumlah permintaan perusahaan Jepang akan peserta pemagangan asal Indonesia juga cukup tinggi.
"Hal ini terlihat dalam 10 tahun terakhir, dimana jumlah peserta pemagangan tiap tahun cenderung meningkat. Pada tahun 2022 saja, setidaknya terdapat 6.755 peserta. Keberhasilan lain dari program ini adalah penghargaan yang diterima oleh IKAPEKSI dari Duta Besar Jepang untuk Indonesia pada bulan April lalu," ucapnya.
Ketiga, digital labour inspection (digitalisasi pengawasan ketenagakerjaan). Menaker menyampaikan bahwa salah satu isu penting saat ini, yaitu just transition (penyelesaian suatu masalah dengan transisi berkeadilan) berimplikasi pada perlunya percepatan adaptasi digitalisasi pada pengawasan ketenagakerjaan, termasuk pada aspek K3 di tempat kerja.
Baca Juga: Menaker Lepas Delegasi Indonesia di Ajang Kompetisi Keterampilan Worldskill ASEAN 2023
"Digitalisasi pengawasan ketenagakerjaan menjadi salah satu opsi prioritas yang dapat memenuhi kebutuhan data yang akurat dan mengoptimalkan kinerja pengawas ketenagakerjaan," ucap Menaker.
Ia menyampaikan, pihaknya mendengar informasi tentang pemerintah Jepang yang telah menerapkan sistem pengawasan ketenagakerjaan secara digital. Atas hal tersebut, ia menyampaikan keinginannya bekerja sama dalam hal pengembangan teknologi digital pengawasan ketenagakerjaan serta benchmarking penggunaan teknologi untuk optimalisasi proses pengujian K3/OSH di tempat kerja.
Keempat, pengembangan kapasitas SDM di bidang ketenagakerjaan. Ia menyampaikan keinginannya menjalin kerja sama dalam hal pengembangan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia bagi pegawai Kemnaker, khususnya yang bertugas sebagai Public Employment Service Officers, Mediator, Labour Inspector, serta Instruktur di Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas Kemnaker.
Pihaknya juga bermaksud untuk bekerja sama dalam peningkatan kapasitas pegawai Kemnaker melalui pelatihan, seminar, benchmarking atau comparative study yang berkaitan dengan jaminan sosial di masa Silver Aging Population, mengingat saat ini Jepang sedang menghadapi situasi tersebut.
"Pelatihan tersebut kami perlukan, terutama untuk posisi seperti aktuaria, analis jaminan sosial, dan jabatan lain yang mendukung kebijakan ketenagakerjaan," ucapnya.