YLKI Kritik UU Kesehatan Sediakan Infrastruktur Khusus Orang Merokok

Achmad Fauzi Suara.Com
Sabtu, 15 Juli 2023 | 13:31 WIB
YLKI Kritik UU Kesehatan Sediakan Infrastruktur Khusus Orang Merokok
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, di Jakarta, Jumat (28/7/2017). [Suara.com/Ummi Hadyah Saleh]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengkritik keberadaan Undang-undang (UU) tentang kesehatan. UU ini menjadi kontroversi, namun akhirnya disahkan oleh DPR melalui rapat paripurna.

Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengatakan, salah satu yang menjadi sorotan dalam UU Kesehatan tersebut yaitu pada Pasal 151 ayat 3, yang mewajibkan adanya fasilitas/tempat khusus untuk merokok (smoking room) pada tempat umum dan tempat kerja.

Menurut dia, Ketentuan yang diatur pada Pasal 151 ayat 3 ini memang kelihatannya sepele, tetapi secara fundamental pasal ini cacat secara normatif, ideologis, dan bahkan etik moral.

"Bagaimana mungkin aktivitas penggunaan zat adiktif (merokok) yang nota bene menyakiti/merusak dirinya dan orang lain, bahkan merupakan aktivitas bunuh diri, tetapi harus disediakan infrastruktur/fasilitas khusus? Dari perspektif apa pun ketentuan ini adalah sesat pikir, alias keblinger," ujar Tulus dalam keterangannya, Sabtu (15/7/2023).

Baca Juga: Tantangan Pemerintah Untuk Optimalisasi Penerimaan Negara Dari Cukai Rokok

Lebih Lanjut, tutur dia, jika hal ruangan khusus disediakan, maka pihak Nanti orang yang menggunakan minuman beralkohol (miras) juga menuntut hak yang sama.

Ilustrasi asap rokok (Freepik/wirestock)
Ilustrasi asap rokok (Freepik/wirestock)

Mereka, bilang Tulus, menuntut adanya ruang khusus, untuk minum minuman keras. Apalagi, tembakau/rokok dan minuman beralkohol/miras yang legal sama-sama komoditas yang kena cukai.

Dia menambahkan, dari perspektif ekonomi ketentuan ini juga akan menggerus aspek finansial, karena pengelola tempat umum atau tempat kerja harus menyediakan ruang khusus untuk merokok.

"Sungguh keblinger, untuk menjadi sehat malah dihalangi-halangi oleh negara. Negara justru mendorong, memfasilitasi dan menjustifikasi aktivitas bunuh diri oleh warganya dengan zat adiktif," jelas dia.

"Inilah sesat pikir dari UU Kesehatan pada aspek pengendalian tembakau.Pasal 151 ayat 3 yang sesat pikir ini harus segera dicabut, tentunya melalui proses uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK)," pungkas dia.  

Baca Juga: Menilik Turunnya Penerimaan Negara Dari Cukai Rokok

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI