Suara.com - Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan hari ini Kamis (13/7/2023) kembali berhasil memukul mundur dolar AS.
Mengutip pasar spot, mata uang Garuda berhasil menguat sangat signifikan, dimana melesat 109 poin atau 0,72 persen hingga parkir dilevel Rp14.966.
Sementara, kurs referensi Bank Indonesia (BI) Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menempatkan rupiah ke posisi Rp14.978 per dolar AS pada perdagangan sore ini.
Sementara itu untuk seluruh mata uang di kawasan berada di zona hijau. Di mana, won Korea Selatan menjadi mata uang dengan penguatan terbesar di Asia setelah ditutup melonjak 1,12 persen.
Baca Juga: Rupiah Juara, Hempaskan Dolar AS ke Rp15.074 Sore Ini
Selanjutnya, ringgit Malaysia yang melesat 1,11 persen dan dolar Taiwan yang sudah ditutup naik 0,97%. Diikuti, peso Filipina yang juga sudah ditutup menanjak 0,77 persen.
Berikutnya, baht Thailand terapresiasi 0,52 persen dan dolar Singapura yang terangkat 0,32 persen. Lalu ada rupee India terkerek 0,19 persen.
Disusul, yen Jepang yang terlihat menanjak 0,14 persen dan yuan China naik 0,10 persen. Kemudian, dolar Hongkong menguat tipis 0,07 persen terhadap the greenback.
Pengamat Pasar Uang Ibrahim Assuaibi mengatakan pelemahan dolar terdorong lebih rendah lagi di perdagangan hari ini, karena data inflasi AS yang lebih lemah dari perkiraan mendorong taruhan pada Federal Reserve yang kurang agresif.
Sementara tembaga didukung oleh prospek langkah-langkah stimulus lebih banyak di importir utama China.
"Meskipun pembacaan IHK lebih lemah, inflasi masih tetap di atas target tahunan Fed sebesar 2%. Hal ini kemungkinan akan menarik lebih banyak kenaikan suku bunga oleh bank sentral dalam waktu dekat, dengan pasar secara luas memperkirakan kenaikan setidaknya 25 basis poin dalam pertemuan akhir Juli," tulis Ibrahim dalam risetnya.
Baca Juga: Klaim Ganjar Sukses Bangun 1 Juta Rumah, Jhon Sitorus: Tanpa Ngibul, Tanpa DP Nol Rupiah
Disisi lain sejumlah pejabat Fed juga menandai lebih banyak kenaikan suku bunga dalam beberapa bulan mendatang, memperingatkan bahwa inflasi inti masih tetap tinggi, dan menimbulkan ancaman yang mengakar.