Akhirnya, dalam konteks pembelajaran bahasa Mandarin, Sutami menekankan pentingnya mengembangkan metode pengajaran bahasa Mandarin untuk pembelajar Indonesia dengan memasukan local wisdom.
“Ini merupakan tantangan tersendiri yang tidak boleh diabaikan,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua FSI Johanes Herlijanto menekankan pentingnya kesetaraan dalam hubungan Indonesia Cina. Kesetaraan itu, menurutnya dapat dicapai antara lain dengan terus memperoleh pemahaman yang obyektif dan kritis terhadap Cina.
Johanes juga mendorong agar semakin banyak pelajar dan kaum terdidik di Indonesia turut serta mengembangkan kajian kritis terhadap Cina.
“Harapan kami agar baik orang Tionghoa maupun non Tionghoa semakin berminat mempelajari sinologi, sebuah kajian akademik yang menjadikan sejarah, sosial, politik, ekonomi, dan prilaku hubungan internasional Cina sebagai obyek studinya,” pungkas Johanes.