Suara.com - Menko Politik, Hukum, dan HAM Mahfud MD menceritakan keluh kesahnya saat menghimpunpiutang negara dari kasus BLBI. Kekinian, Satgas BLBI telah berhasil menghimpun piutang negara tersebut senilai Rp 30 triliun.
Salah satu kesulitan untuk menagih hak negara yaitu perbedaan hitungan utang antara perhitungan obligor dengan pemerintah.
"Sekarang masuk ke fase kompleks masalahnya ada perbedaan hitungan antara yang kami miliki dengan klaim obligor yang mau bayar. Misalnya kami katakan ini punya utang Rp 5 triliun, tapi dia katakan cuma Rp 4 triliun. Ini juga menghambat," ujarnya yang dikutip di Jakarta, Rabu (12/7/2023).
"Jika, kami langsung setuju kan nggak boleh juga, kalau kami nunda terus dia nanti nggak mau bayar. Ini sedang dicarikan jalan keluar," lanjutnya.
Kemudian, tutur Mahfud, banyak obligor yang mulai mengalihkan kepemilikan asetnya ke saudara dan keluarga dekat, sampai dipindah tangan dengan cara dijual.
"Kemudian ada juga obligor yang alihkan asetnya ketika masalah ini masih mengambang, berpindah ke saudara, anak, atau berpindah dijual ke orang lain. Ada yang juga menetap di luar negeri," bilang dia.

Namun demikian, Mahfud akan bekerja keras untuk mencari cara-cara yang tak biasa dalam menagih utang obligor BLBI. Misalnya, dengan langsung memberikan sanksi yang tercantum dalam Pengurusan Piutang Negara Oleh Panitia Urusan Piutang Negara.
Dalam aturan tersebut, sanksinya berupa pencabutan paspor, menutup akses perbankan, pembatasan izin bisnis, serta pembekuan rekening bank.
"Kami sendiri sudah masuk ke fase baru karena susahnya nagih itu kami sudah masuk ke fase pemberlakuan Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2022 yang di situ memberikan sanksi cabut paspor, menutup akses bank, membekukan rekening, batasi bisnis, dan sebagainya," jelas dia.
Baca Juga: Masa Kerja Satgas BLBI Berakhir Tahun Ini, Mahfud MD Beri Sinyal Diperpanjang: Insyaallah
Mahfud menambahkan, sanksi ini dikenakan ke para obligor, sampai ada kepastian piutang negara dibayarkan.