Suara.com - Pemerintah telah mencanangkan redenominasi rupiah ke dalam rencana strategis Kementerian Keuangan di periode 2020-2024, namun rencana tersebut hingga kini masih terus dikaji.
Redenominasi sendiri adalah penyederhanaan nilai rupiah dari Rp1.000 ke Rp1, misalnya.
Namun demikian rencana tersebut akan berdampak bagi segala lini perekonomian Indonesia, termasuk pasar modal Tanah Air.
Mantan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Hasan Zein Mahmud berpendapat bahwa redenominasi rupiah tidak akan banyak memberikan manfaat selain penyajian angka yang lebih singkat dalam laporan keuangan.
Baca Juga: Viral Video Uang Rupiah Telah Redenominasi, Begini Penjelasan Bank Indonesia
"Redenominasi adalah operasi plastik untuk mempercantik wajah. Redenominasi itu polesan. Redenominasi itu semu," ujarnya di laman Facebook pribadinya dikutip Senin (10/7/2023).
Padahal kata dia, redenominasi bukanlah persoalan yang sangat genting untuk dilakukan. Menurutnya rupiah akan menguat sendiri jika fundamental ekonomi dalam negeri kuat.
Kembali ke pasar modal, dia bilang jika redenominasi ini tetap dilakukan akan membuat pasar modal Indonesia rumit, terutama soal penentuan fraksi harga saham.
Contoh yang paling ringan adalah soal penulisan fraksi saham Rp 1 apakah itu ditulis Rp 0,001 atau 0,1 sen, tidak akan terpengaruh oleh perubahan lot size. Terlebih, bid dan offer saham dinyatakan dalam fraksi harga per saham.
"Mau pakai fraksi harga Rp 1 pasca-redenominasi? Hahahahaha, harga Rp 50 (lima sen), fraksi harga Rp 1000?" tulis Hasan.
Baca Juga: Serba-Serbi Redenominasi: Pengertian, Tujuan, Risiko dan Manfaat untuk Rupiah
Kemudian, ia mencotohkan bila semua saham di kandang gocap wajib reverse split. Sebut aja 40 saham gocap lama menjadi satu saham baru.
"Harga teoritisnya Rp 2 (sangat boleh jadi lebih rendah. Empiris membuktikan pada reverse split setelah beberapa gocap digabung jadi satu harga kembali ke gocap lagi). Katakanlah sukses bertahan di Rp 2. Fraksi harga Rp 1 untuk harga saham Rp 2? Tralala. Trilili," katanya.