Suara.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tidak tinggal diam dibilang netizen negara bokek. Kemenkeu pun menjelaskan secara gamblang kondisi anggaran negara, salah satunya terkait belaja wajib kesehatan minimal 5% yang tidak masuk dalam RUU Kesehatan.
Lewat akun Twitter pribadinya, Staf Khusus Menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati, Yustinus Prastowo membantah tudingan netizen negara bokek.
"Negara bokek nggak punya uang? Keliru! Saya jawab tuduhan ini dengan data dan fakta. Saya akan bahas tuntas konsep mandatory spending di kebijakan penganggaran yang kita anut. Lalu kaitannya dengan anggaran kesehatan dan isu tunjangan kinerja," jelas dia yang dikutip, Senin (26/6/2023).
Dia kembali menerangkan, belanja wajib merupakan belanha negara yang telah diatur oleh Undang-undang. Tujuannya untuk memberi kepastian anggaran demi mengurangi ketimpangan sosial dan ekonomi di daerah.
Baca Juga: Sri Mulyani Kalah Gugatan Lawan ICW Soal Membuka Hasil Audit BPJS Kesehatan
Kekinian, belanja wajib yang berlaku yaitu anggaran pendidikan minimal 20% dan anggaran kesehatan 5%.
"Pada pelaksanaan APBN TA 2022, meskipun pemerintah melakukan realokasi anggaran serta mengubah rincian APBN melalui Perpres 98/2022, pemerintah tetap berkomitmen untuk menjaga alokasi mandatory spending sesuai amanat UU," tutur Prastowo.
Sesuai hasil Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang baru dirilis Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), realisasi anggaran pendidikan 2022 yaitu Rp 480,26 triliun atau 77,30% dari yang dianggarkan Rp 621,28 triliun.
Sedangkan, anggaran kesehatan yang telah direalisasikan sebesar Rp 188,12 triliun atau 73,66% dari yang dialokasikan Rp 255,39 triliun.
"Melihat komitmen pemerintah selama ini dalam memenuhi mandatory spending demi melaksanakan amanat UU, prematur untuk menyebut pemerintah menghapus mandatory spending, apalagi karena bokek," tulis dia.
Baca Juga: Setelah Ngopi Bareng, Jusuf Hamka dan Stafsus Sri Mulyani Minta Tak Diadu-Adu Lagi
Sementara, terkait tukin PNS yang disinggung tidak naik, Prastowo menyebut bahwa, fakta di 2019-2022 belanja pegawai meningkat rata-rata 3,8% per tahun, dengan gaji dan tunjangan meningkat rata-rata 2,3%.
"Salah satunya untuk perbaikan tunjangan kinerja K/L seiring dengan capaian reformasi birokrasi," tutup dia.