Berbalik dari Rugi ke Laba, Laporan Keuangan DGIK Dipertanyakan

Jum'at, 23 Juni 2023 | 16:37 WIB
Berbalik dari Rugi ke Laba, Laporan Keuangan DGIK Dipertanyakan
Ilustrasi Laporan Keuangan. (Unsplash/Stephen Dawson)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kondisi laporan keuangan PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk (DGIK) dari rugi menjadi laba dipertanyakan banyak pihak. Salah satunya, sejumlah pemegang saham yang mempertanyakan kondisi tersebut.

Pemegang saham pun meminta Otoritas Jasa Keuangan dan Bursa Efek Indonesia mengusut tuntas sejumlah kejanggalan pada laporan keuangan tersebut karena berpotensi merugikan pemegang saham minoritas, kreditur maupun calon investor.

Hal itu terungkap dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) NKE yang digelar di Kantor Pusat NKE di ITS Tower, Jakarta, Kamis, 22 Juni 2023.

Andi LM, salah seorang peserta RUPS mengatakan, pada 28 April 2023 NKE menyampaikan Laporan Keuangan Triwulan I kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI). Pada laporan tersebut, NKE membukukan rugi bersih sebesar Rp 5,22 miliar.

Baca Juga: Libur Panjang Idul Adha, Main Saham Setop Dulu

Namun, pada 25 Mei 2023, NKE dengan kode saham DGIK itu melakukan revisi Laporan Keuangan Triwulan I dan mencatatkan laba bersih sebesar Rp 5,12 milyar atau melonjak 198 persen. Laporan Keuangan NKE Triwulan I 2023, baik sebelum maupun setelah revisi telah dipublikasikan di situs resmi BEI.

Dalam penjelasannya kepada OJK dan BEI, Direktur Utama NKE Heru Firdausi Syarif mengatakan, perubahan tersebut karena ada kenaikan nilai persediaan sebesar Rp 5,4 milyar dan uang muka Rp 4,9 milyar. Penyesuaian harus dilakukan untuk memenuhi standart akuntansi yang berlaku.

Menurut Andi, alasan Direksi NKE diatas justru melanggar Prinsip Akuntansi Macthing Cost Against Revenue seperti yang tertera pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 14 dan 72. Karena kenaikan nilai persediaan dan uang muka itu bukan berasal dari penambahan persedian dan uang muka, melainkan karena Direksi NKE diduga menunda pencatatan biaya-biaya yang seharusnya dibukukan pada Periode Triwulan I 2023.

Dugaan penundaan pencatatan biaya-biaya inilah, kata Andi, menjadikan NKE seakan-akan laba, padahal rugi. Karena itu sudah seharusnya OJK dan BEI melakukan pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan NKE Triwulan I 2023 karena berpotensi merugikan pemegang saham mayoritas, kreditur dan calon ivestor.

"Laporan Keuangan yang disusun tidak sesuai prinsip-prinsip akuntansi dapat mengakibatkan pemegang saham minoritas, kreditur dan calon investor salah dalam mengambil keputusan investasi maupun pembiayaan," imbuh Andi yang dikutip, Jumat (23/6/2023).

Baca Juga: Bos Waskita Karya Lakukan Pembelaan Soal Poles Laporan Keuangan

Jika hal itu terjadi, lanjut Andi, maka Direksi Perusahaan Publik dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal.

Sementara itu, Ester Septima, pemegang saham minoritas DGIK lainnya yang ditemui seusai RUPS, juga meragukan kebenaran informasi dan fakta material pada Revisi Laporan Keuangan NKE. Misalnya pengakuan Laba Kotor NKE sebesar 26,8 persen sangat tidak lazim.

Angka itu jauh diatas rata-rata laba kotor industri konstruksi yang berada pada kisaran 10-15 persen. Seperti PT Total Bangun Persada TBK yang hanya mencatatkan laba kotor sebesar 15,25 persen dan PT Adhi Karya Tbk sebesar 12,49 persen.

Selain itu, lanjut Ester, perolehan kontrak baru NKE juga sangat minim. Sedangkan kontrak berjalan (carry over) juga tinggal sedikit. Minimnya kontrak kerja ini terlihat jelas pada Catatan Nomor 29 Laporan Keuangan NKE.

"Ini menjadi tanda tanya besar bagi kami pemegang saham minoritas, bagaimana NKE bisa membukukan laba kotor yang sangat besar di tengah minimnya kontrak kerja," imbuh Ester.

Senada dengan Andi, Ester juga meminta OJK dan BEI segera memeriksa Revisi Laporan Keuangan NKE Triwulan I 2023. Hasil pemeriksaan OJK dan BEI tersebut juga harus segera disampaikan kepada publik dan seluruh pemegang saham.

"Semua kejanggalan yang berpotensi menyesatkan informasi di industri pasar modal sudah seharusnya diusut tuntas OJK dan BEI," pungkas Ester.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI