Suara.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih memiliki 'Pekerjaan Rumah' (PR) yang cukup besar yakni meningkatkan literasi dan inklusi keuangan bagi masyarakat.
Secara persentase literasi dan inklusi di Tanah Air masih memiliki gap yang cukup tinggi. Dari data OJK sendiri tingkat literasi baru mencapai 50 persen sementara inklusi sebesar 85 persen.
Bahasa mudahnya tingkat literasi yang sebesar 50 persen ini berarti dari 10 orang yang disurvei, 5 orang sudah paham tentang keuangan.
Sementara, inklusi yang mencapai 85 persen artinya dari 10 orang yang disurvei, 8-9 orang sudah menggunakan produk dan jasa keuangan.
Baca Juga: Pentingnya Memeriksa Fakta Sederhana di Media Digital
Timpangnya angka literasi dan inklusi ini membuat celah bagi jasa keuangan ilegal yang menawarkan pinjaman diluar aturan main, sebut saja rentenir. Mereka acap kali mengincar para calon nasabah yang memang kurang mengerti dengan sektor jasa keuangan.
Para rentenir sangat piawai dalam menarik calon nasabah, dengan proses yang mudah ditambah lagi dengan 'gula-gula' komunikasi yang sangat meyakinkan para calon nasabah ini akhirnya terjeret dan harus membayar cicilan dengan bunga yang sangat tinggi.
Oleh sebab itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Frederica Widyasari Dewi menjelaskan, sesuai Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 OJK memiliki tugas untuk mengatur, mengawasi dan melindungi masyarakat di sektor jasa keuangan.
"Salah satu bentuk perlindungan adalah peningkatan literasi dan inklusi masyarakat Indonesia terhadap sektor jasa keuangan," kata Kiki sapaan akrabnya saat acara Kick Off Ekosistem Keuangan Inklusif (EKI) di Wilayah Pedesaan di Nagari Sumpur, Kecamatan Batipuh Selatan, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, Kamis (22/6/2023).
Melalui program ini, OJK berharap dapat meningkatkan literasi dan inklusi keuangan di masyarakat khususnya yang berada di pedesaan.
Baca Juga: PertaLife Ajak Mahasiswa Melek Literasi Dan Inklusi Keuangan
"Setiap wilayah tidak sama indeks literasi dan inklusi keuangannya. Untuk Sumatera Barat untuk indeks literasi dan inklusi masih harus dioptimalkan," katanya.
Lewat program tersebut, Kiki berharap masyarakat terhindar dari penipuan yang mengatasnamakan produk jasa keuangan.
"Kalau sudah ikut kegiatan OJK, Ibu Bapak jangan sampai terkena penipuan-penipuan di kegiatan-kegiatan yang mengatasnamakan produk jasa keuangan," katanya.
Dirinya mengatakan, dengan program ini masyarakat atau pelaku usaha akan mendapatkan pendampingan atau pra inkubasi dalam menjalankan usahanya. Pada fase ini, berbagai pemangku kepentingan akan melihat apa saja potensi di wilayah tersebut.
"Nanti temen-temen dari sektor jasa keuangan, tim OJK dan Bank Indonesia akan melihat di sini potensinya apa saja," terangnya.