“Sementara, kebutuhan belut makin banyak karena selain kami juga ada banyak pengusaha yang mengolah belut menjadi berbagai olahan makanan,” ujar dia.
Saat ini, Parjiyem mendapatkan pasokan belut dari Jawa Timur karena kualitasnya yang dianggap bagus.
Untuk satu kilogram belut, kata Parjiyem, bisa diolah untuk menjadi 500 gram keripik belut dengan kualitas grade A. Sementara untuk kualitas di bawahnya, dari satu kilogram belut bisa diolah menjadi 700-900 gram keripik.
“Menyesuaikan kualitas. Untuk grade A memang yang paling mahal karena kualitasnya, sedangkan yang di bawahnya pasti lebih terjangkau,” ujar dia.
Parjiyem mengatakan, tidak hanya produk dari usahanya. Ia juga terus berusaha untuk mengembangkan diri agar UMKM yang ia bangun bisa terus berkembang.
Hal ini juga tidak lepas dari dukungan yang diberikan oleh BRI sebagai bank BUMN nomor satu dalam program pengembangan UMKM.
Parjiyem adalah satu dari jutaan pelaku UMKM di Indonesia yang merasakan manfaat dari KUR BRI. Pasalnya, dia pernah merasakan susahnya pinjam uang dari rentenir.
“Saya sudah tiga kali mendapatkan KUR BRI. KUR dari BRI itu benar-benar menolong pelaku UMKM seperti saya. Dulu, sebelum tahu ada program ini (KUR BRI), sekitar tahun 2016 itu saya sering pinjam uang ke rentenir keliling,” ujar dia.
Dengan bunga yang cukup tinggi, keberadaan para rentenir itu tentu sangat mencekik para pelaku UMKM.
“Terus terang, karena pendidikan rendah, jadi waktu itu takut untuk pinjam ke bank. Tidak hanya saya tapi juga banyak teman-teman saya,” kata Parjiyem.