Suara.com - Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih menanggung utang hingga Rp1.640 triliun per tahun 2022, angka itu naik Rp60 triliun dari utang konsolidasi BUMN sebesar Rp1.580 triliun pada tahun sebelumnya.
Dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI pada 23 Februari 2023 lalu, Menteri BUMN, Erick Thohir mengatakan bahwa kenaikan utang konsolidasi BUMN diiringi dengan kenaikan ekuitas (modal) yang mencapai Rp3.150 triliun pada 2022, dari Rp2.778 triliun pada 2021. Hal itu juga menurunkan rasio utang BUMN terhadap modal (debt to equity ratio/DER) menjadi 34,2 persen pada tahun 2022, dari 36,2 persen pada 2021.
Kemudian, BUMN mencatatkan pendapatan sebesar Rp2.613 triliun pada tahun 2022, dan menyumbangkan Rp50,2 triliun dalam bentuk dividen ke kas negara. Penasaran, apa saja BUMN dengan utang terbesar?
BUMN dengan Utang Terbesar
Baca Juga: Bahas Utang Negara Rp 800 M dengan Mahfud MD, Jusuf Hamka: Allahu Akbar!
Kembali ke jumlah utang konsolidasi BUMN sebesar Rp1.640 triliun, setidaknya ada tiga BUMN yang menjadi penyumbang utang terbesar. Berikut ini adalah daftarnya:
1. PT Pertamina (Persero)
PT Pertamina (Persero) adalah salah satu BUMN penyumbang utang terbesar, di mana pada laporan keuangan konsolidasi Pertamina 2022 (diaudit) yang diperoleh dari situs resminya, perusahaan itu mencatatkan liabilitas, termasuk utang, jangka pendek sebesar 21,2 miliar dolar AS, atau setara Rp316,68 triliun. Lalu, utang jangka panjang sebesar 29,39 miliar dolar AS, atau setara Rp439 triliun.
Itu artinya, total utang Pertamina per 2022 sebesar 50,59 miliar dolar AS, atau setara Rp755,69 triliun, di mana angka itu naik 5,87 miliar dolar AS, atau setara Rp87,7 triliun dari posisi utang perusahaan per 2021 yang sebesar 44,72 miliar dolar AS, atau setara Rp667,99 triliun.
2. PT PLN (Persero)
Baca Juga: Prinsip Jusuf Hamka Tentang Utang: Kalau Sampai Meninggal Belum Dibayar, Arwah Bisa Gentayangan
Kemudian ada PT PLN (Persero) yang juga merupakan salah satu BUMN penyumbang utang terbesar. Pada laporan keuangan konsolidasi PLN tahun 2022 (diaudit), perusahaan mencatatkan utang jangka pendek sebesar Rp145,07 triliun, dan utang jangka panjang sebesar Rp501,62 triliun. Adapun total utang PLN per 2022 adalah sebesar Rp646,69 triliun, naik Rp15,08 triliun dari posisi utang perusahaan pada 2021 yang sebesar Rp631,61 triliun.
3. PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA)
Pada posisi ketiga ada Garuda Indonesia yang masih dalam proses restrukturisasi perusahaan setelah terlilit utang ratusan triliun, bahkan terancam bangkrut.
Berdasarkan data Tim Pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), per Juni 2022 lalu Garuda Indonesia mencatatkan utang sebesar Rp142 triliun. Dari jumlah itu, sebesar Rp104,37 triliun adalah total Daftar Piutang Tetap (DPT) perusahaan lessor, DPT perusahaan non lessor sebesar Rp34,09 triliun, dan DPT preferen mencapai Rp 3,95 triliun.
Kemudian yang terbaru, dalam laporan keuangan kuartal I-2023, Garuda Indonesia melaporkan utang jangka pendek sebesar 1,75 miliar dolar AS, atau sekitar Rp26,11 triliun (kurs Rp14.936).
Untuk utang jangka panjang adalah sebesar 6,08 miliar dolar AS, atau setara Rp90,82 triliun. Jadi, total utang Garuda Indonesia per 31 Maret 2023 sebesar 7,83 miliar dolar AS, atau setara Rp116,93 triliun, di mana angka itu naik 58 ribu dolar AS atau setara Rp877 miliar dari posisi utang per 31 Desember 2022 yang hanya sebesar 7,77 miliar dolar AS, atau setara Rp116,05 triliun.
Selain ketiga BUMN itu, masih ada PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), PT PP (Persero) Tbk, PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI, dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) yang juga memiliki utang dalam jumlah besar.
Kontributor : Rishna Maulina Pratama