Laporan Sumbangan Dana Kampanye Tak Diatur Secara Jelas, Potensi Uang Haram Terbuka?

M Nurhadi Suara.Com
Minggu, 11 Juni 2023 | 09:42 WIB
Laporan Sumbangan Dana Kampanye Tak Diatur Secara Jelas, Potensi Uang Haram Terbuka?
Ilustrasi Pemilu 2024 (Foto oleh Element5 Digital/Pexels)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Penyelenggara pemilu tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum saat menyusun dan menetapkan aturan main pesta demokrasi pada tahun 2014.

Namun demikian KPU RI periode 2022—2027 tidak menyertakan laporan penerimaan sumbangan dana kampanye (LPSDK) dalam Rancangan Peraturan KPU (RPKPU) tentang Dana Kampanye Pemilihan Umum.

Hal ini kemungkinan dilakukan agar produk hukumnya tidak mengalami perubahan di tengah tahapan pemilu. Oleh karena itu, KPU tetap menggunakan UU Pemilu sebagai dasar penyusunan peraturan KPU (PKPU) dalam setiap tahapan Pemilu 2024.

Namun, ketidaksesuaian antara PKPU dan UU Pemilu telah merugikan warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih dan dipilih, baik sebagai bakal calon anggota legislatif (bacaleg) maupun caleg di semua tingkatan.

Baca Juga: Menyelisik Rumus Matematika KPU yang Bakal Memangkas Keterwakilan Perempuan dalam Politik

Beberapa PKPU telah mengalami perubahan, seperti PKPU No. 20/2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota. Putusan Mahkamah Agung Nomor 46 P/HUM/2018 menyatakan bahwa beberapa pasal dalam PKPU tersebut bertentangan dengan UU Pemilu.

Setelah putusan MA, KPU menetapkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 31 Tahun 2018 tentang Perubahan atas PKPU No. 20/2018. Hal serupa terjadi dengan PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Karena KPU tidak merevisi PKPU No. 10/2023, beberapa pihak mengajukan uji materi PKPU tersebut ke MA. Mereka menguji beberapa pasal PKPU tersebut terhadap beberapa undang-undang, antara lain UU No. 7/2017 dan UU No. 7/1984.

Permohonan uji materi tersebut diajukan pada tanggal 5 Juni 2023, mengingat batas waktu pengajuan permohonan adalah 30 hari kerja setelah PKPU diundangkan, sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 7/2017.

Selain itu, perhatian publik juga tertuju pada aturan mengenai dana kampanye dalam Pemilihan Umum 2024. Ketika LPSDK tidak dimasukkan dalam Rancangan PKPU Dana Kampanye Pemilihan Umum, Koalisi Masyarakat Indonesia Antikorupsi untuk Pemilu Berintegritas meminta KPU RI untuk tetap mengatur ketentuan LPSDK bagi peserta Pemilu 2024.

Baca Juga: KPU Sebut Semua Parpol Peserta Pemilu Penuhi Keterwakilan Perempuan di Pencalegan

Mengutip dari Antara, KPU diharapkan segera menetapkan kewajiban bagi peserta Pemilu 2024 untuk menyusun dan melaporkan LPSDK selama masa kampanye dan sebelum pemungutan suara, seperti yang telah diterapkan sejak Pemilu 2014 hingga Pemilu 2019.

Alasan penghapusan LPSDK adalah karena hal tersebut tidak diatur dalam UU No. 7/2017 dan karena masa kampanye Pemilu 2024 lebih singkat dibandingkan dengan Pemilu 2019. Singkatnya masa kampanye membuat jadwal penyampaian LPSDK menjadi sulit.

KPU juga menghapus ketentuan penyampaian LPSDK oleh peserta pemilu karena informasi mengenai penerimaan sumbangan dana kampanye sudah termasuk dalam LADK dan LPPDK.

Namun, beberapa pihak berpendapat bahwa laporan awal dana kampanye (LADK) dan laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye (LPPDK) tidak dapat menjadi pertimbangan bagi pemilih saat memilih peserta pemilu pada hari pemungutan suara. Durasi penyampaian LPPDK umumnya setelah hari pemungutan suara, sehingga tidak memberikan informasi yang relevan bagi pemilih pada hari-H.

Meskipun KPU menyatakan akan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Dana Kampanye (Sidakam) untuk penyampaian LPSDK, koalisi masyarakat sipil tersebut berharap ketentuan yang mewajibkan peserta Pemilu 2024 untuk menyampaikan laporan tersebut tetap dimuat dalam PKPU Dana Kampanye Pemilihan Umum.

Mereka juga meminta KPU untuk memberikan akses informasi publik yang memadai terkait laporan dana kampanye, termasuk akses ke informasi dalam Sidakam dengan format yang mudah diakses oleh publik.

Meskipun terdapat tudingan minimnya komitmen untuk melakukan terobosan bagi penyelenggaraan pemilu yang bersih, berintegritas, dan bebas dari korupsi, produk hukum KPU harus tetap sesuai dengan Undang-Undang Pemilihan Umum.

Wacana yang berkembang di tengah tahapan Pemilu 2024 seharusnya menjadi perhatian bagi pembentuk undang-undang, baik DPR maupun Pemerintah, ketika merevisi UU Pemilu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI