“Ketegangan geopolitik mempengaruhi harga BBM dunia. Adopsi EV dapat mendukung upaya memperkuat ketahanan energi Indonesia,” jelasnya.
Namun pengembangan industri EV dalam negeri masih dihadapkan dengan dua tantangan besar. Pertama, bagaimana Indonesia dapat meningkatkan kapasitas manufaktur dan kedua, bagaimana Indonesia dapat meningkatkan permintaan domestik terhadap EV.
Managing Director dan Senior Partner BCG, Yulius mengatakan bahwa saat ini sudah banyak negara maju dan berkembang yang telah memberikan kebijakan insentif terkait kendaraan listrik dengan harapan bisa menjadi produser kendaraan listrik di negaranya.
“Pertanyaannya, Indonesia: apakah kita menjadi konsumen saja atau kita jg ada ambisi untuk jadi hub production dari kendaraan listrik? Saya mengapresiasi pemerintah indonesia yang sudah memiliki keinginan untuk menjadi produsen ataupun hub dari basis produksinya,” ujar Yulius.
Yulius menambahkan bawah industri otomotif saat ini sedang mengalami transformasi ‘generational opportunity’ yang datang sekali dalam waktu tiga puluh tahun dimana produsen mobil sedang melakukan pergantian radikal jenis bahan bakar otomotif.
“Banyak negara berlomba-lomba untuk mengundang OEM (Original Equipment Manufacturer) untuk membangun industri di negara mereka, karena kalau tidak dipilih sebagai yg pertama, mungkin akan menunggu 5-10 tahun ke depan,” imbuh Yulius.