Suara.com - Deputi Bidang Kerja Sama Penanaman Modal, Kementerian Investasi/BKPM, Riyatno menekankan betapa besarnya peran akta autentik dalam hal mengenai aset dan kekayaan negara. Peran ini termasuk dalam hal pengalihan aset, pembentukan badan hukum, hingga untuk penyertaan modal.
Riyanto juga menjelaskan akta autentik juga penting untuk penanaman modal seperti pengesahan investasi, penetapan hak dan kewajiban, serta perlindungan hukum.
Menyoal hal ini, lanjutnya, juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal—yang berkaitan dengan penggunaan akta autentik dalam pengelolaan aset negara terkait penanaman modal.
"Akta autentik mengatur mengenai pengelolaan aset dan kekayaan negara yang diberikan kepada pihak swasta untuk pengembangan dan operasional. Akta autentik ini penting dalam melindungi hak dan kewajiban kedua belah pihak serta memastikan pengelolaan kekayaan negara yang efektif," ujar Riyanto yang dikutip Jumat (26/5/2023).
Baca Juga: Menteri Bahlil Ancam Kurangi Intensif Investor Jika Investasi via Negara Perantara
Lebih lanjut, ia mencontohkan bahwa, akta autentik bisa digunakan untuk peralihan hak atas aset negara kepada pihak swasta.
"Ini akan memperjelas dan memvalidasi transaksi tersebut. Hal ini membantu mengamankan kekayaan negara yang dialihkan dan memberikan kepastian hukum dalam proses investasi," imbuh dia.
Di sisi lain, salah satu Notaris Sri Wahyu Djatmi menyoroti masalah hukum yang menyangkut para notaris, temasuk semakin banyak usaha atau Warga Negara Asing (WNA) yang ingin berusaha melakukan investasi di Indonesia.
Adapun pemerintah sendiri sudah membatasi hal ini dengan mengeluarkan kebijakan pembatasan kepemilihan dan pengunaan tanah untuk WNA dan badan hukum asing.
"Namun, pemerintah juga masih memberikan kesempatan dengan memberikan syarat minimal. Syarat minimal itu yang seringkali disiasati melalui perjanjian nominee," kata Sri.
Baca Juga: China Akan Gelar Pertemuan dengan Negara Anggota ASEAN, Bahas Investasi Baru?
Sri menjelaskan bahwa perjanjian nominee dalam hukum perjanjian di Indonesia dikategorikan sebagai perjanjian yang terindikasi menciptakan penyelundupan hukum. Perjanjian ini belum diatur dalam KHUPerdata.
Namun, dalam kenyataannya, perjanjian ini tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, pun termasuk dalam kategori jenis perjanjian tidak bernama (Innominat Contract).