Kripik Pisang Organik Omzet Ratusan Juta: Berawal dari Cinta Ibu, Inovasi Tiada Henti Jadi Kunci

M Nurhadi Suara.Com
Sabtu, 27 Mei 2023 | 10:17 WIB
Kripik Pisang Organik Omzet Ratusan Juta: Berawal dari Cinta Ibu, Inovasi Tiada Henti Jadi Kunci
Sri Hastuti saat menerima wawancara Redaksi Suara.com disela-sela preparasi produk Sleman yang akan dipamerkan di PRJ pada pertengahan 2023 [Suara.com/Hadi]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - “MHM itu sebenanya singkatan dari nama anak saya,” kata Sri Hastuti mulai menceritakan lika-liku perjalanan usahanya kepada Suara.com di Gedung Dewan Kerajinan Nasional Daerah Kabupaten Sleman pada Rabu (24/5/2023).

MHM merupakan merek dari usaha camilan yang ia rintis sejak tahun 2018 dan anak pertamanya adalah alasan ia mulai membuat snack yang 100 persen terbuat dari bahan alami. Pasalnya, sang anak memiliki alergi terhadap makanan yang mengandung tambahan makanan sintetis.

“Ketika makan pewarna atau pemanis buatan, anak saya langsung sesak napas,” sambung dia.

Hal ini pertama kali terungkap ketika dokter menduga adanya alergi pada anaknya ketika Sri membawa anaknya ke rumah sakit saat bayi. Kala itu, sang anak memang kerap mengalami sesak napas tanpa diketahui penyebabnya.

Baca Juga: Erick Thohir Ungkap Rp9,5 Triliun Dana Pensiun BUMN Salah Investasi

Ternyata, penyebabnya adalah makanan pendamping ASI yang ia beli dari toko. Setelah menemukan penyebab alergi tersebut, Sri lantas mulai membuat mpasi sendiri dengan bahan alami.

Sang anak kembali kerap masuk RS saat duduk di bangku TK, hal ini disebabkan karena tanpa sepengetahuan Sri, anaknya makan makanan snack dari sekolah.

Produk kripik pisang MHM/Kebu dipajang di Gedung Dekranasda Sleman [Suara.com/Hadi]
Produk kripik pisang MHM/Kebu dipajang di Gedung Dekranasda Sleman [Suara.com/Hadi]

“Saya lantas ingin memanfaatkan pisang yang ada banyak di sekitar rumah saya di Berbah untuk membuat camilan sehat untuk anak saya biar gak perlu beli makanan atau kepengen makanan yang dibeli di toko,” kata Sri.

Sri lantas mengkreasikan pisang krispi tersebut dengan coklat alami dengan gula kelapa alami. Saat di sekolah, teman-teman anaknya ada banyak yang suka dengan camilan buaan Sri.

“Lama-lama kok banyak yang suka. Sampai ada yang pesen,” kata dia, menceritakan momen-momen awal perjalanan usahanya pada tahun 2017 lalu.

Baca Juga: 28 Tahun Telkomsel Buka Peluang Penguatan Inklusi Ekosistem Digital Indonesia

Usahanya tersebut perlahan mulai menerima banyak pesanan, mulai dari pesanan jajanan anak-anak hingga acara tertentu seperti perayaan ulang tahun hingga arisan.

Sri lantas terus melakukan riset untuk mengembangkan produk buatannya. Termasuk mengurus sejumlah perizinan agar produk kripik pisang MHM bisa dititipjualkan di minimarket.

“Saya urus semuanya sendiri, mulai dari P-IRT sampai label halal. Alhamdulillah, ketika datang ke Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, saya disarankan untuk mengikuti pelatihan UMKM,” ungkap dia.

Lanjut ke Dinas Perdagangan, Sri ditawari untuk menjadi UMKM binaan, yang membawanya mengurus label halal pada tahun 2019 silam.

Pandemi COVID-19

Ketika semua proses telah ia lewati dan mulai menjual produk Kripik Pisang MHM. Sri dihadapkan dengan cobaan lantaran pandemi Virus Corona membuat semua produk yang seharusnya dipasarkan di minimarket justru dikembalikan karena kebijakan PPKM.

“Baru dua bulan ditaruh di toko-toko, Jogja lockdown. Saat itu, semua toko meminta saya untuk menarik produk saya. Satu kamar penuh dengan produk saya,” kata Sri sambil terkekeh mengenang masa sulit tersebut.

Hampir 2.000 produknya terpaksa dikembalikan karena situasi Pandemi COVID-19 yang membuat toko-toko tidak berani memasarkan produk tersebut.

“Semua modal saya di situ. Baru mau merintis, udah habis Rp50 juta untuk produk saya itu. Saya sempat shock saat itu,” ujar Sri.

Tidak mau terus terpuruk, Sri perlahan menerima keadaan dan mencoba mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapi oleh UMKM yang baru saja ia dirikan tersebut.

“Saat itu saya tidak tahu kalau ada banyak komunitas di Sleman yang siap membantu UMKM, seperti PLUT atau BRIncubator yang diadakan oleh Rumah BUMN Jogja. Jadi saya berjuang sendiri,” ucap Sri.

Sri terus memutar otak agar produknya bisa terjual di masa sulit Pandemi COVID-19. Suatu ketika, saat berselancar di internet, Sri menemukan pembelajaran terkait digital marketing.

Momen itu jadi awal kebangkitan usahanya, Sri mulai belajar dari nol tentang digital marketing, termasuk cara memasarkan produk di e-commerce.

“Tiap malam saya belajar tentang digital marketing dari Youtube dan internet. Saya pakai headset sambil nidurin anak. Dengerin orang ngomonr,” ucap Sri, sembari sesekali tertawa.

Belajar otodidak, Sri mulai memahami cara membuat penjualan produk menarik di internet dan media sosial.

“Dala tiga bulan, April, Mei Juni tahun 2020. Semua produk saya bisa terjual habis dan untung,” ungkap Sri dengan sumringah.

Ribuan produk UMKM yang ia simpan di gudang dadakan sebelumnya ludes terjual hanya dalam waktu tiga bulan hanya dari penjualan online.

“Selama pandemi COVID-19 akhirnya saya putuskan full jualan online,” kata Sri.

Sri Hastuti saat didatangi Redaksi Suara.com disela-sela preparasi produk Sleman yang akan dipamerkan di PRJ pada pertengahan 2023 [Suara.com/Hadi]
Sri Hastuti saat didatangi Redaksi Suara.com disela-sela preparasi produk Sleman yang akan dipamerkan di PRJ pada pertengahan 2023 [Suara.com/Hadi]

Sri juga banyak belajar dari BRIncubator yang merupakan program pembinaan UMKM di Rumah Kreatif BUMN Jogja.

“Sebelum bergabung dengan komunitas, atau PLUT Sleman. Saya banyak belajar melalui BRIncubator. Itu juga sebenernya tidak sengaja, saya nemu informasi BRIncubator dari Instagram Bank BRI,” ungkap dia.

Dari media sosial tersebut, ia mendapatkan informasi terkait pendampingan UMKM yang diprakrasai oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI).

“Saya submit semua berkas yang dibutuhkan untuk BRIncubator. Eh, saya jadi salah satu UMKM yang lolos. Saya berhasil lolos seleksi jadi 15 besar UMKM coaching BRIncubator. Saya benar-benar rasakan pelatihan tersebut,” kata dia.

Dari kesempatan yang diberikan BRI tersebut, kripik pisang organik MHM terus melebarkan sayapnya.

BRI terus berkomitmen untuk mendukung Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebagai sektor vital dalam perekonomian Indonesia. Salah satu alasan utamanya adalah karena UMKM merupakan sektor yang memberikan lapangan kerja terbesar di Indonesia.

Sebagai informasi, merujuk pada data dari Kementerian Koperasi dan UMKM (2019), UMKM berkontribusi sebesar 99,9% dari total usaha di Indonesia dan mencakup sekitar 119,6 juta tenaga kerja, atau sekitar 96,92% dari total angkatan kerja.

Dari dukungan BRI itu, Sri mengaku pernah dihubungi oleh Dinas Perdagangan Sleman lantaran produknya dipajang di website UMKM Binaan BRI.

“Saya kemudian dibantu untuk mendaftarkan produk saya di data UMKM Sleman, disusul sama Dinas Perdagangan DI Yogyakarta. Dari momen itu, saya selalu diajak ketika ada pameran hingga saat ini,” ungkap Sri.

Kripik pisang Organik MHM tumbuh pesat, dalam kurun waktu kurang dari satu tahun, Sri memiliki reseller dari berbagai daerah di Indonesia mulai dari Batam, Jakarta hingga Kalimantan dan masih banyak lagi.

Gelombang II Wabah COVID-19 yang melanda dunia pada pertengahan tahun 2021 juga jadi guncangan kedua bagi Kripik Pisang Organik MHM. Meski hal itu bisa dilalui oleh Sri hingga produknya masih eksis hingga kini.

Inovasi Produk Usaha

Tahun 2022, Sri yang sudah kenyang dengan penjualan melalui online lantas mulai memasarkan produknya secara offline. Ia juga terus melakukan riset untuk inovasi produk lantaran menyadari, usaha tanpa inovasi akan mati tergerus tren.

“Tahun 2022, ada banyak produsen kripik pisang dengan berbagai macam inovasi. Saya juga mulai membuat produk baru turunan dari kripik pisang,” terang Sri.

Ia mulai membuat produk baru cookies pisang berbagai variasi rasa yang sepenuhnya organik.

Berbagai produk tersebut juga sudah dijual di berbagai spot lokasi wisata di Jogja dan sekitarnya seperti Obelix Hills, Heha Sky View, Heha Ocean View, Heha Forest dan banyak lokasi wisata lainnya.

Sri juga menerima pesanan secara curah atau dengan label sendiri guna mendukung pengusaha lainnya.

Dengan produk yang dijual seharga Rp12 ribu per bungkus, Sri bisa menerima omzet Rp50 juta dalam satu bulan. Untuk momen-momen tertentu, ia juga bisa me raup omzet menembus Rp100 juta.

“Menjalankan usaha, selama niat kita baik, Insya Allah ada jalan. Selalu ada ujian, tapi harus dihadapi dengan ikhlas,” pungkas Sri.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI