Suara.com - Kondisi keuangan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) dinilai sejumlah pihak tidak baik-baik saja saat ini. Apalagi, dana dari penerbitan global bonds atau obligasi akan digunakan untuk membayar utang kembali (refinancing).
Chief Analyst Deu Calion Futures (DCFX) Lukman Leong menilai tujuan refinancing perseroan dalam penerbitan surat utang akan menjadi sentimen negatif bagi perseroan.
"Karena bukan untuk pengembangan bisnis, maka langkah (penerbitan) obligasi untuk bayar utang tidak beda dengan gali lubang tutup lubang," ujarnya kepada wartawan yang dikutip, Jumat (26/5/2023).
Lukman turut mengomentari pemangkasan target global bonds PGEO dari USD 600-800 juta menjadi hanya USD 400 juta. Menurutnya, kekhawatiran akan gagal bayar yang terlalu besar disinyalir menjadi penyebab utama pemangkasan target tersebut.
Baca Juga: Potensi Energi Hijau Indonesia Melimpah, PGEO Jajaki Kerjasama dengan Perusahaan Jepang
dia mengatakan peringkat atau rating BBB- dari Fitch Ratings menjadi salah satu faktor utama pemangkasan target surat utang luar negeri PGEO.
"Ini jadi sentimen buruk ya, dengan rating seperti itu pelaku pasar melihat risiko gagal bayarnya terlalu besar," kata dia.
Selain itu, Lukman juga melihat adanya sentimen kurang baik dari bisnis perseroan yang dinilai belum menjanjikan bagi para investornya. "Saya lihat industri energi panas bumi juga masih banyak risiko dan susah profitable," paparnya.
Bahkan, Lukman khawatir perseroan tidak mampu menyiapkan dana USD600 juta untuk membayar utang sindikasi yang akan jatuh tempo pada Juni mendatang. "Susah (untuk melunasi), saya kira bisa menyebabkan gagal bayar untuk pinjaman yang awal," imbuh dia.
Dihubungi terpisah, Corporate Secretary PGEO, Kitty Andhora menyebut, fundamental perseroan cukup solid untuk menjalankan bisnis dengan operasional yang kuat dan profitabilitas berkelanjutan.
Baca Juga: Bank Mandiri Incar Rp10 Triliun dari Investor 'Ramah Lingkungan'
Dia melanjutkan, fundamental tersebut diturunkan melalui strategi bisnis yang unggul, optimalisasi wilayah kerja panas bumi (WKP) yang ada, pengembangan area baru, dan perluasan value chain panas bumi.
"Sehingga PGE memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban keuangan termasuk membayar utang," jelas dia.
Seperti diketahui, PGEO berencana menerbitkan surat utang berwawasan hijau alias green bonds di luar wilayah Indonesia sebesar USD 400 juta atau sekitar Rp 6 triliun dengan kupon 5,15% per tahun yang jatuh tempo pada tahun 2028.
Anak usaha Pertamina tersebut akan menggunakan dana hasil emisi obligasi untuk melunasi seluruh sisa utang jangka pendek sebesar USD 600 juta yang akan jatuh tempo pada 23 Juni 2023. Namun, perseroan hanya memangkas nilai emisi obligasi sebesar USD400 juta dari targer sebelumnya USD 600-800 juta.
Sementara itu, dalam laporan keuangannya perseroan menyatakan per 31 Desember 2022, perseroan memiliki saldo modal kerja negatif senilai USD 424.475. Modal kerja negatif menunjukkan bahwa utang lancar perseroan lebih besar dibandingkan dengan aset lancarnya.
Pada saat bersamaan, total utang PGEO tercatat mencapai US$943,28 juta terdiri dari pinjaman bank jangka panjang setelah dikurangi bagian yang akan jatuh tempo dalam satu tahun senilai USD 327,7 juta. Sedangkan utang jangka pendek atau utang lancar perseroan tercatat masih sekitar USD 615,58 juta.