Suara.com - Pemprov Aceh secara resmi telah menyetujui rencana revisi Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang saat ini sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA).
Sehingga, bank konvensional yang sejak tahun 2021 slam dilarang di wilayah itu kini bisa kembali beroperasi di wilayah Aceh, merujuk pada Qanun LKS dengan syarat memiliki prinsip syariah.
"Secara khusus, kami ingin menyampaikan bahwa Pemerintah Aceh telah mengirim surat kepada DPRA sejak Oktober 2022 terkait peninjauan revisi Qanun LKS," ujar Juru Bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA, dalam keterangan resminya dikutip pada Selasa (23/5/2023).
Revisi Qanun LKS itu, kata dia, merupakan aspirasi dari masyarakat, terutama pelaku usaha. Salah satu alasannya yakni kurangnya pelayanan yang optimal dari bank-bank syariah di Aceh.
Baca Juga: Data Nasabah BSI Sudah Bocor, Kemenkominfo Masih Klarifikasi BSI soal Peretasan oleh Lockbit
"Kasus terbaru yang melibatkan BSI mungkin bisa menjadi referensi bagi DPRA dalam menyempurnakan pelaksanaan dan penerapan Qanun LKS, termasuk peninjauan kompensasi bagi nasabah yang mungkin dirugikan oleh ketentuan dalam qanun tersebut. Hal ini termasuk memberi kesempatan bagi perbankan konvensional untuk kembali beroperasi di Aceh," ujar dia.
Infrastruktur perbankan syariah di Aceh saat ini masih belum mampu mengatasi permasalahan sosial-ekonomi, terutama dalam transaksi keuangan yang berskala nasional dan internasional bagi pelaku usaha.
"Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang memiliki kegiatan ekonomi tingkat nasional dan internasional, keberadaan perbankan konvensional sebenarnya bukan hal yang harus ditentang. Namun, memperkuat perbankan syariah tetap menjadi prioritas kami sebagai daerah dengan kekhususan," ujar dia.
Sejak akhir 2020 lalu, Muhammad menyebut, Pemerintah setempat sudah mengusulkan rencana perpanjangan operasional bank konvensional hingga tahun 2026.
Usulan ini merujuk pada pertemuan antara pelaku perbankan dan pengusaha yang dihadiri oleh Pemerintah Aceh pada tanggal 16 Desember 2020 di Banda Aceh.
"Pro dan kontra adalah hal yang wajar, namun mari beri waktu kepada DPRA sebagai wakil masyarakat Aceh untuk mengkaji dan menganalisis sebagai bagian dari evaluasi kebijakan terhadap Qanun LKS ini demi penyempurnaan yang lebih baik," pungkasnya.