Suara.com - Kebijakan pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) jenis solar yang dilakukan oleh Pertamina dikhawatirkan akan mengganggu sektor logistik sehingga perlu adanya pengecualian.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Pasundan Bandung, Acuviarta Kartabi menilai, pembatasan pembelian solar akan berpengaruh terhadap sektor transportasi logistik. Jika ada pembatasan, armada pengangkut barang harus ditambah sehingga bisa menyebabkan biaya transportasi logistik terhadap suatu komoditas semakin tinggi.
"Kalau terkait ekonomi, sektor yang memang terkait yakni transportasi logistik, kan bahan utamanya bahan bakar, saya kira itu bisa dikecualikan, dan tata kelolanya harus diperhatikan," kata pria yang akrab disapa Acu di Bandung, Selasa (16/5/2023).
Melalui aplikasi MyPertamina, Pertamina kini membatasi pembelian solar berdasarkan jenis kendaraan. Di samping itu, kendaraan pun hanya bisa membeli solar maksimal 20 liter per hari jika tidak menggunakan aplikasi MyPertamina.
Baca Juga: Simak Daftar Lengkap Pemenang Indonesia Grand Digital Marketing Awards 2023
Menurut Acu, saat ini kebutuhan masyarakat akan BBM sangat tinggi karena kondisi secara riil memang demikian, sehingga pembatasan pembelian BBM itu tidak sepenuhnya tepat.
"Memang permintaannya begitu. Nah pembatasan ini kan soalnya terkait dengan kebijakan pemerintah dan korporasi, kan begitu. Saya kira pembatasan ini harus melihat kondisi riil kebutuhan masyarakat," kata dia.
Ia menambahkan, transportasi logistik yang merupakan proses distribusi itu merupakan salah satu komponen penentu harga. Bahkan biaya distribusi logistik terkadang lebih tinggi dari harga riil suatu komoditas.
"Kita bisa lihat dari MPP (Margin Pengangkutan dan Perdagangan) itu luar biasa, selisih harga dari tingkat petani, dengan harga di tingkat konsumen itu tinggi," pungkasnya.
Baca Juga: Iklim Investasi RI Cerah, Banyak Investor Lirik Ekonomi Hijau