“DPR dan Pemerintah jalan terus, tidak goyah dengan keinginan mereka. Dan ternyata belakangan pihak Baleg DPR mengaku bahwa RUU itu inisitatif DPR dan sudah masuk dalam Prolegnas. Sempurnalah “kebohongan” yang dibangun antara Kemenkes dengan Baleg DPR. Hak inisiatif DPR, tetapi Kemenkes yang menguasai bahannya dan aktif membahasnya sampai pada pendekatan DIM,” papar Chazali.
Pada saat Sidang Paripurna DPR memutuskan RUU Omnibus Kesehatan dibahas lebih lanjut di Komisi IX DPR, secepat kilat Kemenkes membuat gerakan yang disebut Public hearing dalam waktu 2 minggu.
Kemudian Menkes menyerahkan hasil public hearing itu ke Komisi IX DPR dalam bentuk Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-undang Kesehatan, Rabu (5/4). Menkes menklaim 75% masukan masyarakat terakomodir dalam DIM RUU Kesehatan dimaksud.
“Terhimpun 6.011 masukan partisipasi publik melalui public hearing, sosialisasi, dan website telah didengar, dipertimbangkan, dan diberikan penjelasan. Dari jumlah tersebut sudah 75% ditindaklanjuti,” ujar Menkes Budi.
Menkes Budi mengatakan Kemenkes sudah menyelenggarakan partisipasi publik dan sosialisasi RUU Kesehatan sejak 13 sampai 31 Maret 2023. Total ada 115 kegiatan partisipasi publik, 1.200 stakeholder yang diundang, dan 72 ribu peserta yang terdiri dari 5 ribu Luring, 67 ribu Daring.
Dari 478 pasal RUU Kesehatan, total DIM batang tubuh sebanyak 3.020, dan 1.037 DIM tetap untuk disepakati di rapat kerja DPR, 399 DIM perubahan redaksional untuk ditindaklanjuti oleh tim perumus dan tim sinkronisasi, 1.584 DIM perubahan substansi untuk ditindaklanjuti oleh panitia kerja (Panja) DPR.
Kemudian DIM penjelasan ada 1.488, sebanyak 609 DIM tetap, 14 DIM perubahan redaksional, 865 DIM perubahan substansi.
“Kenapa selama 2 minggu sudah dapat dihimpun ribuan peserta dan ribuan DIM yang dibahas. Itu merupakan bukti kuat bahwa Kemenkes sudah mempersiapkan DIM – DIM berbulan-bulan secara senyap sebagaimana telah diutarakan di atas,” ungkap Chazali.
Strart awal dalam perencanaannya sudah tidak transparan. Ribuan angka partisipatif itu hanya berupa angka tanpa makna substansi yang dapat menangkap apa yang menjadi keinginan stakeholder. Disinilah ketidak kejujuran itu berawal.
Baca Juga: Ini Jawaban Singkat Dedi Mulyadi soal Mundur dari Golkar dan DPR RI
OPK melawan ketidak jujuran aparatur pemerintah