Analis: Tren Peralihan Konsumsi ke Rokok Murah Bisa Ancam Penerimaan Cukai

Iwan Supriyatna | Achmad Fauzi
Analis: Tren Peralihan Konsumsi ke Rokok Murah Bisa Ancam Penerimaan Cukai
Pedagang menunjukkan cukai rokok yang di jual di Jakarta, Sabtu (5/11/2022). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Sejumlah analis pasar modal mengingatkan tren peralihan konsumsi rokok masyarakat bisa menghambat optimalisasi penerimaan cukai hasil tembakau (CHT).

Suara.com - Sejumlah analis pasar modal mengingatkan tren peralihan konsumsi rokok masyarakat bisa menghambat optimalisasi penerimaan cukai hasil tembakau (CHT).  Indikasi peralihan konsumsi ke rokok dengan harga lebih murah (downtrading) ini salah satunya terlihat dari kinerja emiten rokok di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Saat ini emiten-emiten besar di Golongan 1 (tarif cukai tertinggi) mengalami penurunan volume penjualan dan produksi yang signifikan. Sebaliknya, emiten yang dibebani tarif cukai lebih rendah mengalami kenaikan volume penjualan.

Laporan interim emiten dan berbagai riset sekuritas memperlihatkan kinerja emiten rokok besar di kuartal I 2023 dipengaruhi oleh kenaikan harga produk dan penurunan harga pokok penjualan akibat berkurangnya produksi. Situasi sebaliknya terjadi pada emiten yang lebih kecil. 

"Berkurangnya penerimaan negara bisa jadi akibat masyarakat yang sensitif terhadap perubahan harga. Akan ada pergeseran konsumsi kalau ada kenaikan harga," kata analis Asosiasi Analis Efek Indonesia, Reza Priyambada yang dikutip, Kamis (11/5/2023).

Baca Juga: Rokok Ilegal Bakal Menjamur Gegara Kebijakan Baru, Imbasnya ke Penerimaan Cukai

Berdasarkan Data Riset Indopremier mencatat, sepanjang kuartal I 2023 PT Gudang Garam Tbk (GGRM) mencatatkan volume penjualan secara tahunan (year-on-year) untuk SKT turun 1,2% dan SKM turun 13,8%. Akibatnya, jumlah setoran pita cukai, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak rokok Gudang Garam sepanjang kuartal I 2023 hanya Rp 21,47 triliun, turun 14,3% dibanding kuartal I 2022 sebesar Rp 25,06 triliun.

Hal yang sama juga terjadi pada PT HM Sampoerna Tbk (HMSP). Volume penjualan perusahaan sepanjang kuartal I turun 5,8% (yoy). Akibatnya, setoran cukai dari produk yang telah terjual oleh perusahaan ini pada kuartal I 2023 hanya Rp 16,5 triliun, turun 6,25% dari Rp 17,6 triliun di kuartal I 2022.

Penurunan produksi emiten besar ini berdampak pada penerimaan cukai negara mengingat posisinya sebagai kontributor terbesar penerimaan CHT.

Sebaliknya, emiten menengah seperti PT Wismilak Inti Makmur Tbk. (WIIM) meraup untung dari pergeseran konsumsi masyarakat ke rokok yang lebih murah. Terjadi peningkatan produksi dan pemakaian pita cukai oleh perusahaan ini dalam beberapa bulan terakhir.

Data laporan keuangan Wismilak mencatat, pemakaian pita cukai sepanjang kuartal I 2023 sebesar Rp602,6 miliar, melonjak 41,42% dari Rp 426,1 miliar di kuartal I 2022.

Baca Juga: Industri Hasil Tembakau Harap-harap Cemas Imbas Target Penerimaan Cukai Naik

Dampak downtrading ini juga terefleksi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dirilis Kementerian Keuangan. Pada kuartal 1 2023, penerimaan kepabeanan dan cukai merosot 8,93% menjadi Rp 72,74 triliun.

Hal ini disebabkan oleh merosotnya pos penerimaan bea keluar dan menurunnya penerimaan dari sektor CHT. Adapun penerimaan CHT pada kuartal 1 2023 terkoreksi 0,74% dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp55,24 triliun.

Menurut Reza, kondisi ini dipastikan akan terus terjadi selama selisih tarif cukai antara Golongan 1 dan golongan di bawahnya masih lebar. Tanpa perubahan kebijakan tarif saat ini, pabrikan Golongan 1 bakal terus tertekan, sementara konsumen terus beralih ke rokok murah.

"Persentase orang yang mengonsumsi rokok non-premium (murah) makin besar, berkebalikan dengan konsumsi rokok premium (dari Golongan 1)," imbuh Reza.

Analis Mirae Asset Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta Utama juga menegaskan penerimaan cukai mengalami tren downtrading. "Harga rokok dari Golongan 1 lebih mahal sementara Golongan 2 lebih murah. Perolehan cukai rokok dari Golongan 1 pasti turun sementara Golongan 2 sebaliknya. Penerimaan cukai Golongan 2 yang lebih tinggi menyebabkan penerimaan negara kurang optimal," tutup dia.