Suara.com - Kemarau kering atau fenomena El Nino diprediksi akan terjadi di Indonesia tahun ini. Menurut BMKG, puncak kemarau akan terjadi pada Agustus mendatang.
Bersiap menghadapi hal itu, Kementerian Pertanian mendorong beberapa kebijakan untuk mengantisipasi dampak dari kemarau panjang tersebut, diantaranya melalui program Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP), pembangunan embung/waduk, rehabilitasi irigasi, pipanisasi, pompanisasi, hingga hibah pompa air.
Manfaat dari kebijakan itu pun telah dirasakan oleh petani di daerah, salah satunya oleh Adi Saputra, Ketua KTNA (Kelompok Tani Nelayan Andalan), Purwakarta, Jawa Barat. Dengan adanya bantuan tersebut, para petani merasa terbantu bila harus menghadapi El Nino.
"Saya sudah merasakan (manfaat) berbagai program Kementan itu, mulai dari asuransi, pembangunan embung, rehabilitasi irigasi, dan lainnya. Berkat program Kementan, petani di Purwakarta terbantu," katanya.
Baca Juga: Waspada Siklus El-Nino! Joko Widodo Peringatkan Persediaan Beras di Indonesia
Sementara itu, dampak atau resiko dari kemarau kering cukup signifikan bagi petani di lapangan. Kondisi panas mampu mengubah pH dalam tanah, sehingga bisa mempengaruhi hasil produksi pertanian.
"Resiko terburuk dari kemarau El Nino itu, pertama, gagal panen. Kedua, gagal tanam, dan ketiga resiko tinggi tidak adanya produksi hasil pertanian dikarenakan cuacanya estrem," ungkapnya.
Selain program infrastruktur pertanian, Adi juga menyarankan kepada pemerintah untuk membuat rekayasa hujan sementara, terutama bila suhu udara terlalu kering dan panas. Hal ini akan membantu petani.
"(Pemerintah) harus membuat hujan sementara di beberapa daerah yang suhunya sungguh luar biasa, termasuk Purwakarta. Di kita (suhu) mencapai 37 derajat. Khusus pertanian tanaman holtikultura dibuat plot untuk rekayasa hujan," pungkasnya.
Baca Juga: Airlangga: Waspada Dampak El Nino Terhadap Inflasi