Suara.com - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) tampaknya mulai gelisah karena hingga saat ini utang minyak goreng (migor) sebesar Rp344 miliar belum dibayarkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Aprindo pun memberi tenggat waktu untuk membayar utang tersebut 2-3 bulan.
Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey mengatakan, apabila Kemendag belum melunasi utang tersebut sesuai tenggat waktu yang diberikan, pihaknya telah memiliki 3 opsi yang bakal dilakukan atas penjualan minyak goreng.
Opsi pertama Aprindo akan mengurangi atau menghentikan pembelian minyak goreng dari produsen.
Baca Juga: Duit Menipis, Lina Mukherjee Kelimpungan Tagih Utang Ratusan Juta Usai Kasus Makan Babi
Dengan demikian, stok minyak goreng di ritel modern akan berkurang hingga terjadi kelangkaan.
"Sampai hari ini kita belum bisa tentukan kapan, tapi kita sedang mempersiapkan sambil melihat perkembangan. Kalau nanti keputusan dari Kejagung bilang tidak dibayar, kita akan lakukan opsi itu. Kita minta dalam 2-3 bulan ini," terang Roy dikutip Senin (8/5/2023).
Kedua, Aprindo akan mengerahkan seluruh anggotanya untuk memotong tagihan produsen.
Artinya, peritel tidak akan membayar secara penuh atau mengurangi tagihan produsen minyak goreng kepada peritel.
"Kita akan potong tagihan, kan setiap hari migor masuk nih ke ritel kalau kita enggak ngurangin atau kita hentikan kan namanya produsen mereka produksi mau jual terus. Jual kemana? ke ritel. Kalau potong tagihan begitu barang masuk, stockits, kita dapat uang dari konsumen nah potong tagihan enggak kita bayarkan ke produsen," jelas Roy.
Baca Juga: Inilah Sosok Gubernur NTB Zulkieflimansyah yang Ngutang Rp 223 Miliar Ke Kontraktor
"Kita enggak potong sekarang sekaligus tapi bertahap, misal peritel A utang Rp 12 miliar tapi enggak langsung Rp 12 miliar tapi berapa miliar yang mesti dibayar ke produsen atas barang yang kita jual yah kita potong kepada hitungan rafaksinya. Kana dari totalnya masing-masing peritel ada Rp 8 miliar, Rp 11 miliar, dan ada Rp 2 miliar," sambung Roy.
Adapun opsi yang ketiga, Aprindo tidak segan-segan akan menggugat Kemendag ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) agar membayar utang minyak goreng tersebut.
Walau demikian, hingga saat ini, Aprindo optimistis Kemendag masih tetap berniat baik untuk melunasi utang tersebu
Perlu dikethaui, utang sebesar Rp 344 miliar tersebut merupakan penggantian selisih harga jual dengan harga keekonomian minyak goreng (rafaksi) yang pada saat itu harga minyak goreng mahal dan langka.
Adapun pengadaan tersebut dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Pasal 7 aturan itu menyatakan, pelaku usaha (produsen minyak goreng) akan mendapatkan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Dana itu dihitung dari selisih harga eceran tertinggi (HET) dan harga keekonomian yang ditawarkan pasar.
Dalam Permendag tersebut, HET ditetapkan Rp 14.000 per liter.
Namun, regulasi itu belakangan dicabut dan diganti dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit.