Suara.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menuturkan, regulasi yang bertujuan mengoptimalkan perdagangan karbon saat ini dalam proses penyelesaian.
"Jadi regulasinya dalam proses penyelesaian. Tetapi mungkin yang paling berwenang nanti tuh dari OJK sama keuangan (Kementerian Keuangan)," ujar Arifin usai mengikuti rapat terbatas optimalisasi kebijakan perdagangan karbon yang dipimpin Presiden Joko Widodo pada Rabu (3/5/2023).
Arifin menuturkan, guna mengoptimalkan perdagangan karbon diperlukan penyiapan Sistem Registri Nasional (SRN), untuk selanjutnya dimatangkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Menurutnya, Kementerian ESDM hanya bertindak sebagai pendukung dalam perdagangan karbon terutama untuk menentukan sumber-sumber, suplai karbon.
Baca Juga: Santai Dilaporkan ICW ke Dewas KPK, Johanis Tanak: Saya Siap Menghadapinya!
"Sumber-sumbernya itu dari KLHK, dari industri, dari energi," ujar Arifin, dikutip dari Antara.
Kementerian ESDM, kata Arifin, ingin menjadi motor untuk model transisi hijau ke depan. Menurutnya perdagangan karbon dapat dimulai dari skala kecil untuk kemudian dilengkapi dan disempurnakan kekurangannya.
Sebagaimana dijelaskan pada Pasal 1 ayat 6 Peraturan Presiden Nomor 46 tahun 2008 tentang Dewan Perubahan Iklim, perdagangan karbon adalah kegiatan jual beli sertifikat pengurangan emisi karbon dari kegiatan mitigasi perubahan iklim.
Melalui perdagangan itu, harapannya tingkat emisi di bumi bisa berkurang, serta juga meminimalkan dampak perubahan iklim.
Data Kementerian ESDM menyebutkan capaian penurunan emisi CO2 sebesar 40,6 juta ton (2018), 54,8 juta ton (2019), 64,4 juta ton (2020), 70 juta ton (2021), 91,5 juta ton (2022), dan pada 2023 diproyeksikan bisa 116 juta ton.
Baca Juga: Profil Kabiro Hukum ESDM Idris Sihite yang Chat 'Main di Balik Layar' dengan Pimpinan KPK