Suara.com - Toko ritel legendaris Amerika Serikat, Bed Bath & Beyond mengumumkan kebangkrutan mereka pada hari Minggu (23/4) akhir pekan lalu dengan mulai menutup ratusan gerainya.
Mengutip CNN, Selasa (25/4/2023), perusahaan mulai menutup 360 toko Bed Bath & Beyond yang tersisa dan 120 lokasi buybuy Baby. Bed Bath & Beyond telah menutup 400 toko selama setahun terakhir.
Manajemen Bed Bath & Beyond mengakui situasi perusahaan kesulitan sejak pandemi Covid-19 dan hingga kekinian belum pulih.
Kondisi tersebut diperparah dengan makin banyak sistem belanja online atau e-commerce yang semakin membuat perusahaan ritel makin sulit bertahan.
Baca Juga: Beberapa Dokumen di Pentagon Dikabarkan Bocor, Ini Penjelasan dari NATO
“E-commerce membuat takut banyak orang untuk membangun ritel,” kata Brandon Isner, kepala riset ritel di CBRE, sebuah perusahaan real estat komersial.
Perusahaan telah memperoleh pinjaman USD 240 juta atau Rp 3,6 triliun (kurs Rp 15.000) untuk mendanai operasional selama kebangkrutan.
Namun, Bed Bath & Beyond akan menutup beberapa toko mulai hari Rabu (26/4) besok. Nasib 14 ribu karyawan masih tanda tanya.
Pengajuan kebangkrutan tidak selalu berarti bahwa perusahaan akan gulung tikar. Banyak perusahaan besar AS telah mengajukan kebangkrutan, menggunakannya untuk melunasi utang dan biaya lain yang tidak mampu mereka bayar.
Perusahaan menyebut akan untuk menjual sebagian atau seluruh bisnisnya. Jika menemukan pembeli, Bed Bath & Beyond akan menghentikan penutupan toko. Jika tidak, Bed Bath & Beyond kemungkinan akan dilikuidasi seluruhnya dan gulung tikar.
Baca Juga: Kapal Perang AS Melintas di Selat Taiwan, China Auto Meradang