Suara.com - Kalangan pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengancam bakal menghentikan penjualan minyak goreng (migor) diretail jaringannya.
Alasannya karena pemerintah menunggak utang senilai Rp344 miliar, utang itu berkaitan dengan penggantian selisih harga jual (rafaksi) dalam program minyak goreng satu harga yang tak kunjung diselesaikan. Padahal, program itu sudah bergulir sejak 2022.
"Pada awal 2022, ada program pengadaan minyak goreng satu harga (dari pemerintah), yakni Rp 14.000 per liter," kata Roy dikutip Jumat (14/4/2023).
"Namun, harga minyak goreng premium yang dijual di ritel berkisar Rp 17.000-Rp 18.000 per liter. Selisih harga itu yang ditanggung oleh ritel," tambah dia.
Baca Juga: Pengusaha Ancam Setop Jual Minyak Goreng, Mau Ditimbun?
Roy merinci, sejauh ini total tagihan utang senilai Rp 344 miliar itu berasal dari 31 perusahaan anggota Aprindo.
Lanjutnya, dalam aturan itu pemerintah juga diharuskan membayar selisih harga. Namun, utang belum dibayarkan, Permendag 3 justru digantikan dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2022.
Beleid baru itu membatalkan aturan lama soal pembayaran selisih harga yang harusnya ditanggung pemerintah. Sehingga, sampai saat ini pengusaha belum menerima pembayaran utang tersebut.
"Permendag 6 muncul jadinya Permendag 3 jadi tak berlaku lagi, tapi bukan berarti rafaksi nggak dibayar. Kita sudah setorkan semua data pada 31 Januari sudah kita penuhi semuanya, tapi belum juga dibayar," pungkasnya.
Baca Juga: Jaga Stabilitas Harga, Bank Sinarmas Gelar Bazar Minyak Goreng