Suara.com - Jelang Lebaran, Anda pasti sering melihat jasa penukaran uang dadakan di pinggir jalan. Saat melakukan tukar uang tersebut, biasanya si penukar akan dikenakan sejumlah potongan. Hal inilah yang kemudian menyebabkan perkara tukar uang itu diperdebatkan hukum mubah atau haramnya.
Seperti apa hukum turar uang menurut Islam? Dikutip dari berbagai sumber, berikut ini adalah informasi selengkapnya yang perlu disimak.
Hukum Tukar Uang Menurut Islam
Islam telah mengatur hukum tukar menukar barang atau dikenal dengan barter. Di zaman Rasulullah SAW, kegiatan tukar menukar ini juga telah banyak terjadi. Beberapa syarat dan ketentuan dari tukar menukar adalah jumlah atau takaran, jenis transaksi (tunai non tunai), serta jenis barang yang ditukarkan, di mana hal ini juga disebutkan dalam hadist berikut:
Baca Juga: Mau Nyebrang ke Sumatra Saat Arus Mudik Lebaran 2023? Pemudik Motor Disarankan Lewat Jalur Ini
“Apabila emas dibarter dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum bur (gandum halus) ditukar dengan gandum bur, gandum syair (kasar) ditukar dengan gandum syair, kurma ditukar dengan kurma, garam dibarter dengan garam, maka takarannya harus sama dan dibayarkan secara tunai. Apabila benda yang dibarterkan berbeda, maka takarannya boleh sesuka hati asalkan tunai", (HR Muslim 4147).
Dari hadist tersebut, dapat diketahui bahwa tukar menukar barang sejenis harus dilakukan secara tunai dan dalam jumlah atau takaran yang sama. Sementara itu, untuk barang berbeda jenis maka aturannya adalah takaran boleh sesuka hati asalkan tunai.
Nah, merujuk dari hadist di atas, jelas bahwa hukum tukar menukar uang yang biasa dilakukan masyarakat yang disertai dengan potongan sejumlah tertentu adalah haram. Karena hukum tukar menukar barang sejenis tersebut (uang dengan uang) harus senilai dan tunai.
Biasanya, kegiatan tukar uang yang dilakukan masyarakat memang disertai dengan potongan sejumlah tertentu yang harus dibayarkan sebagai kelebihan dari transaksi kepada si penjual. Hal inilah yang menjadikan takaran atau bobot tukar menukar uang menjadi tidak sama antara satu pihak dengan pihak lainnya.
Perkara ini juga telah dijelaskan di dalam sebuah hadist Ahmad dan Muslim sebagai berikut:
Baca Juga: Lebaran 2023: Jawa Timur Bakal Diserbu 21,2 Juta Pemudik!
“Apabila emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum ditukar dengan gandum, sya’ir (gandum kasar) ditukar dengan sya’ir, kurma ditukar dengan kurma, dan garam ditukar dengan garam, takaran atau timbangan harus sama dan dibayar secara tunai. Siapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah melakukan transaksi riba, baik yang mengambil atau yang memberinya sama-sama berada dalam dosa", (HR Ahmad 11466 & Muslim 4148).
Itulah hukum tukar uang menurut Islam yang wajib diperhatikan. Sebagai umat muslim, hendaknya kita memang harus lebih memperhatikan syarat dari kegiatan tukar menukar agar tidak terjerumus ke dalam riba. Semoga informasi di atas bermanfaat.
Kontributor : Rishna Maulina Pratama