Suara.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengaku kesulitan menemukan bukti yang cukup kuat atas pelanggaran yang dilakukan eks pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Rafael Alun Trisambodo (RAT).
Padahal Kemenkeu sendiri sudah mendeteksi kejanggalan atas jumlah harta yang dimiliki Rafael Alun sejak 2020 lalu, namun tidak bisa berbuat apa-apa.
Kondisi ini pun membuat DPR RI geram dengan sistem kementerian yang dipimpin oleh Sri Mulyani Indrawati tersebut.
"Dari penjelasan itu kita sudah tahu sistem yang dibangun tidak dapat mendeteksi, diakui bahkan sejak 2020 alarm merah tidak ditemukan bukti," kata Wakil Ketua Komisi XI Dolfie OFP saat rapat kerja dengan Kementerian Keuangan yang dikutip Selasa (28/3/2023).
Sebelumnya Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh mengaku kesulitan menemukan alat bukti terkait pelanggaran yang dilakukan Rafael Alun hingga mendapat catatan merah sejak tahun 2020.
Dolfie pun menegaskan bahwa dari penjelasan Awan tersebut menegaskan bahwa sistem Kemenkeu tidak berjalan. Ia mengatakan harus ada evaluasi yang dilakukan oleh Sri Mulyani.
"Apapun alasanya sistem yang sudah dibangun tidak dapat mendeteksi," tegas Dolfie.
Rafael Alun sendiri sudah buka suara terkait dengan pundi-pundi kekayaannya yang mencapai Rp56 miliar tersebut berdasarkan LHKPN.
Rafael yang diduga memiliki harta yang tidak wajar memastikan bahwa semua harta yang dia miliki selalu dilaporkan secara berkala, berikut dengan sumber pendapatannya.
Baca Juga: Profil Evita Nursanty, Anggota DPR yang Blunder Disebut Tak Bisa Bedakan KRL dan KAJJ
Dia mengklaim semua harta kekayaannya itu sudah dia laporkan sejak 2011 silam. Bahkan, dia memastikan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga telah melakukan klarifikasi terhadap dirinya pada 2016 dan 2021, serta Kejaksaan Agung juga turut mengklarifikasi harta kekayaannya pada 2012.
Menurut Rafael, harta kekayaan miliknya sebenarnya tak bertambah sejak 2011 silam. Pertambahan hanya terjadi pada nilai yang melesat karena peningkatan nilai jual objek pajak, bukan karena ada penambahan.
"Jadi kalau sekarang diramaikan dan dibilang tidak wajar hanya karena kasus yang dilakukan oleh anak saya. Jadi janggal karena sudah sejak 2011 sudah dilaporkan," kata Rafael.
Dia pun menegaskan bahwa semua perolehan hartanya, sudah tercatat dalam surat pemberitahuan tahunan orang pribadi (SPT-OP) di Ditjen Pajak sejak 2002. Dia menjadi salah satu pegawai pajak yang memang ikut dalam program Tax Amnesty.
"Seluruh aset tetap tersebut sudah diikutkan program Tax Amnesty tahun 2016 dan juga diikutkan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) tahun 2022. Sehingga saat ini seharusnya sudah tidak menjadi masalah" lanjut Rafael.
Oleh karena itu, dirinya mengaku keberatan dengan tudingan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang kini menimpa dirinya. Rafael juga mempersoalkan keterangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait pemblokiran rekening konsultan pajak karena diduga membantunya melakukan TPPU.
Hal ini tidak berdasar, menurut Rafael. Dia mengaku tidak pernah memakai jasa konsultan pajak.
"Saya tidak pernah menggunakan jasa konsultan pajak. Jika memang diduga ada bantuan dari konsultan pajak mohon dijelaskan bantuannya seperti apa?" tantang Rafael.
Meski demikian, Rafael akan tetap kooperatif dalam proses hukum bersama KPK. Hal ini dilakukan untuk membuktikan harta tersebut bukan berasal dari tindak pidana korupsi. Hingga saat ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meningkatkan status kasus harta kekayaan tak wajar milik Rafael ke tahap penyidikan.