“Kemudian kalau bicara Erick Thohir tidak seperti AHY. Erick Thohir sudah menjabat menteri BUMN, kemudian hasil-hasil kerjanya sudah kelihatan menindak tegas penyelundupan harley dan brompton di pesawat Garuda oleh direksi Garuda, kemudian menindak tegas penyalahgunaan di Jiwasraya, bahkan dana dari nasabah itu diupayakan untuk dikembalikan, ini terobosan, biasanya cuma ditindak tegas tetapi tidak dikembalikan,” jelasnya.
Lebih jauh kata Qodari, BUMN ditangan Erick Thohir mampu meningkatkan laba dari tahun ke tahun. Menariknya lagi, dalam kerja-kerja sosial di BUMN, Erick Thohir melibatkan Nahdlatul Ulama (NU) dalam meningkatkan perekonomian masyarakat dan pesantren demi kemandirian dalam ekonomi.
“Lalu tren laba BUMN juga mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, itu kan semua prestasi ditambah kegiatan kegiatan Erick Thohir yang juga melibatkan 'kolam suara' yang besar misalnya NU," papar Qodari
Qodari menjelaskan, meskipun posisi AHY sebagai ketua umum partai, tetapi dalam konteks basis suara, Erick Thohir saat ini sudah jadi bagian keluarga Nahdliyin, sehingga anggota kehormatan Ansor/Banser itu punya basis massa yang luar biasa.
"Ya memang AHY Ketua Partai Demokrat tapi kalau kita melihat organisasi partai dan ormas dalam konteks sebagai kolam suara, maka NU juga tidak kalah besarnya bahkan lebih besar. Berbagai riset menunjukkan bahwa yang menjadi anggota NU kalau disurvei itu angkanya 40-an persen ke atas, jadi besar sekali,” ungkapnya.
Faktor lain yang membuat elektabilitas Erick Thohir jauh dari AHY adalah, Erick Thohir saat ini menjabat Ketua Umum PSSI yang mana memiliki basis dukungan yang besar dan luas. Namun, buat Qodari, sosok capres atau cawapres harus memiliki pengalaman di pemerintahan.
“Kemudian sekarang Erick Thohir juga aktif di PSSI yang juga punya pendukung yang luas karena sepakbola adalah olahraga paling populer di Indonesia. Tetapi poin terbesarnya adalah ketika kita bicara Pilpres, maka posisi presiden dan wakil presiden itu seyogyanya ditempati oleh mereka yang punya pengalaman senior di pemerintahan,” paparnya.
“Dan menurut saya pengalaman di pemerintahan itu identik dengan jabatan menteri, atau misalnya pimpinan di DPR, di lembaga legislatif. Jadi dalam konteks itulah kemudian AHY ini punya problem atau kendala terbesar, yaitu ada pada track record pengalaman pemerintahannya yang sangat terbatas, pernah di militer tetapi sebatas mayor,” jelasnya lagi.
Qodari juga menyinggung soal duet antara Anies Baswedan dan AHY yang belum juga jelas, karena Partai Demokrat sendiri meminta agar Anies memilih AHY sebagai cawapres, sementara PKS sendiri mau mengusul kadernya untuk mendampingi Anies Baswedan sebagai Cawapres di Pilpres 2024.
Baca Juga: Erick Thohir Temui Prabowo di Kantor Kemenhan, Dahnil Anzar: Cuma Bahas Masalah Kebangsaan
“Inipun dalam konteks calon Anies Baswedan menurut saya rumit, kerumitan pertama itu karena Demokrat mengusulkan AHY sebagai cawapres, tetapi PKS juga mengusulkan nama lain misalnya Aher sebagai cawapres. Kalau AHY dipilih sebagai cawapres, mungkin PKS lari atau sebaliknya, biasanya kalau terjadi situasi seperti ini maka kemudiam capresnya mencari calon lain yang notabenenya bukan orang partai agar bisa lebih diterima oleh kedua belah pihak,” paparnya.