Suara.com - Petani di Kecamatan Dadahup, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, merasa terbantu dengan adanya program Food Estate karena lahan yang sebelumnya terendam air bertahun-tahun kini dapat ditanam kembali.
Hal itu yang dirasakan oleh Komarudin, Ketua Kelompok tani Merpati Putih, Kecamatan Dadahup, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah.
"Setelah Food Estate masuk, lahan yang pernah tenggelam karena tanggul air yang rusak, bisa diperbaiki. Kami bisa menanam kembali, malah tadinya saya kerja serabutan saja karena tidak ada lahannya yang bisa digarap," jelas Komarudin.
Selain memperbaiki kondisi lahan, produktivitas pertanian di kawasan Food Estate juga turut meningkat. Hal ini terbukti dari hasil panen di kawasan Blok A5 Desa Bentuk Jaya, Kecamatan Dadahup, Kabupaten Kapuas, Kalteng.
Baca Juga: Kabar Gembira buat Petani Sawit Riau, Harga TBS Nyaris Rp3 Ribu per Kg
Bupati Kapuas Ben Brahim S Bahat menerangkan, bahwa hasil panen raya di kawasan uji coba sistem air seluas 20 hektar itu, mencapai 5,6 ton per hektare. Padahal, sebelumnya kawasan tersebut langganan banjir dan sulit ditanami.
"Oleh karena itu, kami dari Pemerintah Daerah Kapuas mendukung penuh program Food Estate ini. Bersama dengan pemerintah desa, kecamatan dan pemerintah provinsi melakukan segala cara agar tujuannya segera tercapai," kata Bupati Kapuas.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, produksi padi di kawasan food estate trennya terus meningkat, seperti di Kab. Kapuas dari 37.390 ton GKG (2019) menjadi 70.365 ton GKG pada tahun 2020 dengan produktivitas berkisar 2,8-4,5 ton GKG/ha. Sedangkan di Kab. Pulang Pisau meningkat dari 36.492 ton GKG (2019) menjadi 40.739 ton GKG pada tahun 2020 dengan produktivitas berkisar 2,29-4,7 ton GKG/ha.
Kemudian, produksi padi di kawasan food estate khususnya di Kab. Kapuas meningkat dari 38.617 ton GKG (2020) menjadi 43.926 ton GKG pada tahun 2021 dengan produktivitas berkisar 3,14-3,79 ton GKG/ha. Sementara di Kab. Pulang Pisau meningkat dari 3.124 ton GKG (2020) menjadi 3.847 ton GKG pada tahun 2021 dengan produktivitas berkisar 2,0-3,92 ton GKG/ha.
Meski begitu, mengubah lahan rawa menjadi lahan pertanian produktif bukanlah perkara mudah. Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan bahwa semuanya butuh waktu untuk membangun sistem irigasi agar lahan rawa terlantar itu bisa ditanami dengan baik.
Baca Juga: Pemerintah dan Swasta Dukung Masa Depan Pertanian Berkelanjutan Demi Ketahanan Pangan
"Untuk mengolah lahan Food Estate ini jangan dibayangkan seperti di Pulau Jawa. Sebab di sini lahannya berupa rawa pasang-surut dengan genangan air sekitar 20-30 cm. Untuk itu, kita bangun infrastruktur irigasi dan pintu air agar bisa ditanami padi," kata Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL).
"Yang jelas, hasil maksimal dari Food Estate ini tidak bisa dilihat serta merta langsung jadi saat ini. Semuanya butuh proses, setidaknya butuh 4 tahun untuk mengolah lahannya," sambung SYL.
Untuk mengembangkan Food Estate, Kementerian Pertanian melakukan dua kegiatan utama, yaitu intensifikasi lahan (peningkatan produktivitas menggunakan lahan eksisting) dan ekstensifikasi lahan (perluasan areal tanam baru dengan memanfaatkan atau optimalisasi lahan rawa terlantar ex-PLG).
Pada tahun 2020 kegiatan intensifikasi lahan mencapai 30.000 hektar dengan mengembangkan usaha tani padi dan multikomoditas (hortikultura, perkebunan dan peternakan itik).
Kemudian tahun 2021, pengembangan Food Estate diperluas menjadi 60.778 hektar melalui kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi lahan. Hingga tahun 2022 total luas pengembangan Food Estate menjadi 62.455 hektar.
Diketahui, program Food Estate sendiri tersebar di berbagai wilayah dengan penanggung jawab yang berbeda. Kementerian Pertanian bertugas mengelola Food Estate di Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah.
Sementara untuk pengembangan Food Estate di wilayah lain menjadi kewenangan Kementerian lainnya, seperti Kementerian Pertahanan yang mengelola Food Estate di Kabupaten Gunung Mas.
"Pengelolaan Food Estate di Kabupaten Gunung Mas bukan menjadi tanggung jawab Kementerian Pertanian," kata Baginda Siagian, Direktur Perlindungan dan Penyediaan Lahan, Ditjen PSP Kementan, melalui keterangan tertulis, Jumat (17/3/2023).