“Maka layanan kesehatan pun menjadi rentan dan tidak merata. Secara bisnis dan makro, industri kesehatan nasional pun kalah saing, sehingga setiap tahun kita kehilangan devisa sekitar Rp100 triliun dari warga yang berobat ke luar negeri,” jelas John.
RUU Kesehatan, kata John, mempunyai semangat menggenjot jumlah SDM kesehatan, terutama dokter spesialis. Draf regulasi itupun akan menyederhanakan proses pendidikan dokter spesialis yang selama ini berlaku, dari jenjang sarjana kedokteran, Co-Ass selama dua tahun, hingga internship.
Calon dokter spesialis juga diwajibkan mengantongi rekomendasi dari pemerintah daerah setempat dan organisasi profesi. Selanjutnya, mereka juga wajib mengantongi surat tanda register (STR) dan surat izin praktik.
Persoalannya, upaya penyederhanaan ini memicu polemik, karena dianggap mengabaikan organisasi profesi dan bersifat sentralistik di tangan kementerian.
“Saya menilai, perbedaan pendapat ini bisa diselesaikan oleh para pemangku kepentingan dan kebijakan, karena semangatnya sama yakni peningkatan kualitas dan pemerataan layanan kesehatan,” kata John.
Lebih jauh, menurut John, secara fundamental ketersediaan SDM kesehatan terutama para tenaga spesialis berkaitan erat peran sisi hulu pendidikan. Indonesia memiliki 92 Fakultas Kedokteran, hanya 20 di antaranya dilengkapi program spesialis.
Karena itu, lanjutnya, SILO sebagai salah satu lengan Grup Lippo yang menopang sistem kesehatan nasional berkomitmen untuk mengurangi beban pemerintah.
“SDM SILO selalu terhubung dengan institusi pendidikan yang dimiliki UPH sebagai satu Grup Lippo. Kami juga menyediakan berbagai fasilitas yang menunjang lahirnya dokter spesialis, seperti pendirian Mochtar Riady Comprehensive Cancer Center [MRCCC],” katanya.
Pro-kontra lainnya terkait RUU Kesehatan adalah regulasi terkait Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang mencakup peranan dan kewenangan BPJS Kesehatan. Menurut John, selain mempertimbangkan dan melibatkan seluruh pihak terkait, baiknya juga mengundang suara dari para pengusaha karena terkait hak dan kewajiban pemberi serta penerima kerja.
“Hampir seluruh pihak menginginkan sistem jaminan sosial yang bisa diandalkan dan berkualitas, ada baiknya juga dilibatkan,” kata John.
Baca Juga: Apapun Caranya, Jamkeswatch Siap Hadang RUU Kesehatan
Sementara itu, SILO yang memiliki jaringan 41 pusat layanan kesehatan sejauh ini telah bekerjasama dengan akses BPJS Kesehatan. “Ini wujud komitmen kami, karena dunia kesehatan tidak sekadar memperhatikan profitabilitas, melainkan pula layanan untuk semua,” kata John.