Suara.com - Perkembangan ekonomi Jawa Tengah kini jadi sorotan, usai sejumlah proyek pembangunan kawasan industri ada di daerah tersebut. Kondisi ini pun membuat sejumlah banyak pihak untuk mulai berinvestasi di Jawa Tengah.
Direktur Media dan Investmen, Wicaksana Indonesia Putranti Laksitareni mengungkapkan berbagai data penting terkait hal ini salah satunya soal minat dan jumlah pengiklan di Jawa Tengah.
"Ini dilihat dari banyaknya investasi baru di Jawa Tengah seperti pembangunan Kawasan Industri Kendal (KIK) dan Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB). Selain itu, infrastruktur yang semakin terkoneksi melalui pembangunan jalan tol yang menghubungkan wilayah barat dan timur," kata Putri dikutip Senin (20/2/2023).
Data-data yang dimaksudkan cukup beragam dan bisa mengungkapkan alasan pengiklan wajib memperhitungkan Jawa Tengah sebagai area potensial untuk digarap.
Baca Juga: Terungkap! Kriteria Rumah yang Banyak Dicari dan Laku Terjual, Mau Tahu Gak?
Mulai dari laporan Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jawa Tengah dalam forum Central Java Investmen Business Forum (CJIBF) November 2022 lalu menyebutkan jika nilai realisasi investasi di Jawa Tengah yang positif dan memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi daerah naik sebesar 5,66%.
Lanjut, ditambah dengan hasil laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatatkan jika rata-rata penduduk Indonesia menghabiskan Rp 1,26 juta per bulan untuk konsumsi baik makanan dan non makanan. Kabar baiknya wilayah provinsi Jawa Tengah punya pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya yaitu sebesar 0.31% pada kuartal III-2021 untuk pengeluaran konsumsi rumah tangga.
“Jumlah penduduk di Jawa Tengah dan DIY hampir capai 40 juta lalu didukung dengan karakter yang njawani dan masih menyukai hal yang konvensional dan tradisional membuat layanan promosi seperti billboard dan baliho bisa raih market lebih besar. Hingga saat ini media luar ruang masih jadi media promosi pilihan di tengah tempuran iklan digital. Terbukti, Kota Semarang memiliki megatron 3D terbesar di saat kota Surabaya belum memilikinya,” ungkap Putranti.
Berdasarkan hasil penelitian dari Christine Moorman, Megan Ryan dan Nader Tavassoli yang berjudul "Why Marketers Are Returning to Traditional Advertising" yang dipublikasikan di Harvard Business Review 2022 menuliskan jika pengiklan pun mulai kembali ke media tradisional maka media promosi seperti OOH akan makin banyak dimafaaatkan.
Data yang disampaikan pada riset tersebut mengungkapkan jika pengguna internet sudah mulai jenuh dengan iklan digital yang memenuhi layar, iklan di media tradisional dianggap lebih dipercaya hingga kebijakan perlindungan data pribadi dan global di internet membuat respons pengiklan mengubah haluan kembali ke media tradisional.
Baca Juga: Dongkrak Pertumbuhan Investasi, Ganjar Pancing Investor Lewat Keris Jateng
Ditambahkan oleh Putranti jika hasil riset tersebut semakin memperbesar peluang bagi pengiklan di Jawa Tengah untuk berkembang dan sukses jangkau pasar baru.
“Ada data menarik pula yang terhimpun menurut survey databoks jika ada kenaikan belanja di media tradisional sebesar 12,9 persen di Februari 2022. Beberapa perusahan berbasis B2C (business-to-consumer) service dan B2C product diprediksi akan menaikkan belanja iklan media tradisional dalam 12 bulan ke depan,” yakinnya.