Tak Perlu Direvisi, Pelaku Industri Nilai Aturan PP 109/2012 Sudah Tepat Atur Pertembakauan

Rabu, 15 Februari 2023 | 09:19 WIB
Tak Perlu Direvisi, Pelaku Industri Nilai Aturan PP 109/2012 Sudah Tepat Atur Pertembakauan
Ilustrasi rokok - larangan rokok ketengan mulai kapan (Pexels)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Industri Hasil Tembakau (IHT) kembali mendapat tekanan dari pemerintah yang berencana untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 (PP 109/2012) tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Rencana revisi tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023.

Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wahyudi menilai PP 109/2012 masih mumpuni dan sudah tepat dalam mengatur ekosistem pertembakauan.

"Poin-poin revisi yang didorong oleh Kementerian Kesehatan secara jelas sudah tercantum dalam PP 109/2012 yang berlaku saat ini," ujarnya dalam diskusi Revisi PP 109/2012, Wujud Nyata Denormalisasi Industri Hasil Tembakau Nasional di Jakarta, yang ditulis Rabu (15/2/2023).

PP 109/2012 yang berlaku saat ini telah mengatur berbagai desakan yang dilontarkan oleh Kementerian Kesehatan. Misalnya, Pasal 23 yang telah menyebutkan tentang pelarangan penjualan produk tembakau kepada anak di bawah usia 18 tahun, Pasal 49 yang menjelaskan pengaturan Kawasan Tanpa Rokok, Pasal 31 yang mengatur secara rinci tentang iklan ruangan, Pasal 37 yang mengatur secara ketat terkait merek (brand) ataupun aktivitas produk, serta Pasal 47 yang mengatur terkait sponsorship.

Rencana revisi PP 109/2012 ini disebut bertujuan untuk menurunkan prevalensi perokok anak. Namun, data yang dijadikan acuan oleh Kementerian Kesehatan adalah data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 yang menyebutkan bahwa prevalensi perokok anak berada di angka 9,1%.

Hal tersebut kontradiktif dengan data resmi Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan bahwa prevalensi perokok anak di bawah 18 tahun sudah turun selama lima tahun terakhir.

Data resmi BPS menunjukkan bahwa prevalensi perokok anak umur di bawah 18 tahun telah turun dalam beberapa tahun terakhir menjadi 3,44% pada tahun 2022, dari angka 3,87% pada tahun 2019. Dalam hal ini, Gaprindo menilai, metode dan proses survei yang seringkali dijadikan referensi oleh Kementerian Kesehatan juga tidak pernah disampaikan secara transparan.

"Gaprindo dan para anggotanya berkomitmen untuk tidak menjual rokok ke anak di bawah umur 18 tahun. Kami juga berperan aktif dalam upaya ini, melalui program ‘Cegah Perokok Anak’. Upaya serupa untuk mencegah akses penjualan dan pembelian rokok kepada anak-anak yang bersifat kolaboratif harus digalakkan lagi, dan dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh lapisan masyarakat, mulai dari orang tua, tenaga pendidik, pedagang, pihak swasta, hingga pemerintah," kata Benny.

Inisiatif Gaprindo untuk mencegah akses terhadap penjualan dan pembelian rokok kepada anak-anak disosialisasikan kepada para mitra ritelnya, karena mereka yang berada di garda depan dan bertemu perokok secara langsung.

Baca Juga: Alasan Konsumen Tolak Keras Larangan Rokok Batangan

Di sisi lain, Kementerian Kesehatan dinilai belum optimal dalam melakukan berbagai program edukasi kepada anak-anak untuk pencegahan akses tersebut. Selama ini, Kementerian Kesehatan belum pernah menyampaikan kepada publik terkait efektivitas berbagai program yang dilaksanakan guna menurunkan prevalensi perokok anak.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI