SPKS Sebut Program B35 yang Salah Sasaran Hanya Untungkan Pengusaha Biodiesel

Iwan Supriyatna Suara.Com
Rabu, 08 Februari 2023 | 09:15 WIB
SPKS Sebut Program B35 yang Salah Sasaran Hanya Untungkan Pengusaha Biodiesel
Bahan bakar biodiesel, sebagai ilustrasi [Shutterstock].
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto menyebut terdapat subsidi yang salah sasaran pada program biodiesel atau kebijakan bauran energi fosil dan nonfosil melalui pencampuran CPO dengan Solar, yakni B30 ataupun lebih.

Menurutnya, pemerintah telah meluncurkan kenaikan dari B30 menjadi B35 yang tidak diikuti dengan rekomendasi perbaikan tata kelola sebagaimana yang diingatkan oleh masyarakat selama ini.

"Sebab program ini hanya dinikmati oleh segelintir korporasi besar dan program ini korporasi sawit yang kuasai hulu-hilir nikmati untung," ujar Darto dilansir dari WartaEkonomi.co.id.

Darto mengatakan berkaca dari kondisi tersebut, SPKS meluncurkan laporan baru untuk merespons peluncuran B35 tersebut dan sekaligus mengingatkan pemerintah dalam perbaikan tata kelola biodiesel yang selama ini tidak transparan dan tidak melibatkan petani skala kecil dalam rantai pasok.

Baca Juga: PT Darmex Agro Group: Sejarah dan Kontribusi dalam Industri Agribisnis Indonesia

"Melalui laporan SPKS tersebut ditemukan, sepanjang 2019-2021 BPDPKS menghimpun dana pungutan ekspor CPO senilai Rp70,99 triliun. Dalam waktu yang sama sekitar Rp66,78 triliun mengalir untuk subsidi biodiesel atau 94,07 persen dari dana yang terhimpun," ujarnya.

Hal tersebut berbanding terbalik dengan bunyi dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit, bahwa penghimpunan dana ditujukan untuk mendorong pengembangan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan.

Di mana tujuan dari program tersebut adalah pengembangan kelapa sawit berkelanjutan antara lain adalah mendorong penelitian dan pengembangan, promosi usaha, meningkatkan sarana prasarana pengembangan industri, pengembangan biodiesel, replanting, peningkatan jumlah mitra usaha dan jumlah penyaluran dalam bentuk ekspor, serta edukasi sumber daya masyarakat mengenai perkebunan kelapa sawit.

Namun, alokasi anggaran untuk program-program tersebut tidak proporsional. Laporan SPKS menunjukkan bahwa pada tahun 2019 realisasi belanja BPDPKS terbesar adalah untuk pembayaran selisih harga biodiesel yaitu 97,09 persen.

"Sedangkan untuk dana riset 0,10 persen, promosi kelapa sawit 0,16 persen, pengembangan SDM kelapa sawit 0,12 persen, penyaluran dana peremajaan kebun kelapa sawit 2,51 persen, sarana dan prasarana 0,02 persen, dan penghimpunan dan pengelolaan dana 0,01 persen," jelasnya.

Baca Juga: Bertemu Lindsay Hoyle di Inggris, Puan Minta Tak Ada Diskriminasi Produk RI

Pada kegiatan yang sama, anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron mengatalan bahwa tujuan awal dibentuknya BPDPKS adalah untuk meningkatkan produktivitas kelapa sawit rakyat dan kemandirian petani dalam membentuk koloninya untuk memperkuat hilirasiasi.

"Penggunaan dana ini untuk biodiesel merupakan pelanggaran keuangan yang dilakuakan oleh pemerintah karena sejatinya dana tersebut bukan untuk biodiesel," ujar Herman.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI