Suara.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI geram dengan tingkah laku PT Freeport Indonesia yang hingga kini belum merealisaskan pembangunan proyek smelter di Gresik, Jawa Timur. Padahal pembangunan proyek ini telah diamanatkan dalam UU Minerba.
Anggota Komisi VII DPR RI, I Gusti Ngurah Kesuma Kelakan mempertanyakan melesetnya target pembangunan smelter PT Freeport Indonesia di Gresik, Jawa Timur. Dimana seharusnya per 10 Juni 2023 mendatang, pabrik tersebut sudah bisa dilakukan pengolahan atau pemurnian logam di dalam negeri.
Dijelaskan Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini, sejatinya dalam Rapat Panja (Panitia Kerja) sebelumnya yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR RI sebelumnya, Bambang Wuryanto, Dirjen Minerba disepakati bahwa pembangunan smelter di Gresik tersebut terhitung tiga tahun dari Undang-undang Minerba dibentuk, yakni sekitar bulan Juni 2023 mendatang. Namun kenyataanya disebutkan Kwartal ke-4 tahun 2024 mendatang.
“Saya ingat sekali waktu itu saya Anggota Panja UU Minerba, Pak Dirjen Pak Gatot, Pimpinan Komisi VII DPR Pak Bambang Pacul (Bambang Wuryanto) waktu itu secara khusus membahas angka kapan smelter harus jadi, pasca UU itu diketok. Kita berdebat panjang berapa tahun ini harus diputuskan. Hingga pada kesimpulan, dimana semua sepakat tiga tahun harus jadi. Tadi Bapak menyebut kuartal 4 tahun 2024, padahal 3 tahun terhitung dari UU Minerba itu bulan Juni 2023,” papar Kesuma dalam RDP komisi VII dengan MIND ID dan PT Freeport Indonesia dikutip Selasa (7/2/2023).
Baca Juga: SIG Bakal Genjot Investasi Pabrik Tuban Jawa Timur
Legislator Dapil Bali itu masih mengingat, pada masa awal PT Freeport sering kali mundur dan bahkan tidak menyelesaikan target market dari pembangunan smelter. Akibatnya undang-undang selalu direvisi 2 kali, revisi terakhir adalah UU Nomor 3 tahun 2020 amanatnya adalah Juni 2023. Jadi menurutnya hal ini perlu mendapat perhatian Komisi VII DPR RI.
"Jangan sampai Komisi VII DPR dalam rapat tersebut menyetujui PT FI untuk melanggar UU tersebut, pasalnya Undang-undang tersebut DPR sendiri yang menetapkan. Jadi tidak boleh kita membiarkan pelanggaran undang-undang ada di depan mata kita, sebagai anggota DPR yang menjaga amanat masyarakat,” tegas Kesuma.