"Ini kita baru bicara keekonomian, belum bicara benefit yang bersifat lebih jangka panjang, yaitu upaya penurunan emisi karbon global. Tentu saja nantinya akan dilihat detail proyeknya. Bisa saja dibutuhkan tambahan insentif, tapi bisa juga tidak. Kita lihat case-by-case, yang penting jangan kebanyakan diskusi, nanti kita ketinggalan kereta," imbuh Benny.
Pendapat senada juga disampaikan Tumbur Perlindungan, praktisi hulu migas yang menjadi pimpinan sebuah perusahaan migas di Indonesia. Menurut dia, tantangan industri hulu migas ke depan adalah bagaimana perusahaan dapat melakukan eksplorasi dan produksi dengan baik dengan tetap menjalankan operasi sesuai dengan target penurunan emisi karbon.
Perusahaan perlu mencari teknologi-teknologi atau prosedur-prosedur yang dapat meningkatkan produksi guna membantu mengatasi ancaman krisis energi pasca pandemi. Oleh karena itu, dukungan pemerintah seperti carbon tax dalam rangka implementasi CCS/CCUS menjadi dirasakan penting.
"CCS/CCUS memang harus segera dilaksanakan baik dalam pilot project maupun implementasinya," katanya.
Menurut dia, CCS/CCUS merupakan teknologi baru dan cukup mahal. Oleh karena itu, teknologi tersebut hanya bisa diterapkan jika adanya penambahan produksi dari suatu lapangan migas yang ada. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan Enhanced Oil Recovery (EOR).
"CCS/CCUS sangat memungkinkan dilaksanakan karena dapat digunakan untuk EOR ataupun hanya sebagai storage karena kondisi geologi yang ada. Carbon tax yang menarik juga harus segera ditentukan agar bisa segera dilakukan economic analysis dalam implementasinya. CO2 tidak bisa dihilangkan namun dapat di simpan dan sampai saat ini penyimpanan hanya dapat dilakukan pada reservoir jauh di bawah permukaan bumi," pungkas Tumbur.