Suara.com - Sejumlah pihak menolak revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
PP 109/20212 ini dinilai pekerja industri tembakau dan konsumen telah secara komprehensif mengatur urusan pertembakauan baik dari sisi kesehatan maupun kepentingan industri.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM-SPSI), Sudarto AS, yang mewakili pekerja mengatakan pihaknya secara tegas menolak rencana pemerintah untuk merevisi PP 109/2012.
Menurut Sudarto, revisi beleid ini jika dilaksanakan akan semakin menekan industri hasil tembakau sebagai sawah ladang dan sumber mata pencaharian sebagian besar anggota RTMM.
Baca Juga: Warga Kudus Bikin Rokok dari Daun Talas dan Rempah Alami, Cuma Rp5 Ribu Sebungkus
"PP 109/2012 yang berlaku saat ini sudah tepat dan tidak perlu direvisi. Jika dilakukan revisi, para pekerja akan semakin tertekan. RTMM akan mempertahankan keadilan bagi anggota kami," ujar Sudarto dalam sebuah dialog, seperti yang dikutip, Jumat (20/1/2023).
Sudarto mengingatkan seringkali pekerja di industri rokok menjadi pihak yang termarjinalkan dengan adanya kebijakan-kebijakan yang mengancam mata pencaharian mereka. Padahal, lanjut Sudarto, setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
"Dalam membuat kebijakan, kami mengingatkan pemerintah untuk melakukan mitigasi bagi pihak-pihak yang terdampak. Tapi, sampai sekarang kami tidak pernah tahu mitigasinya seperti apa. Proses revisi PP 109/2012 ini bertentangan dengan Undang-Undang karena tidak mengakomodir kepentingan pihak yang terlibat," imbuh dia.
Sementara, Ketua Umum Pakta Konsumen, Ari Fatanen, mengamini pernyataan RTMM. Menurutnya, PP 109/2012 yang berlaku saat ini sudah tepat, utamanya karena sudah memuat ketentuan yang mengatur terkait perokok anak.
Alih-alih revisi, Ari menekankan pentingnya sosialisasi dan edukasi yang harus diperkuat pemerintah guna mencegah perokok anak.
Baca Juga: Orang-orang Mulai Doyan Belanja Lagi, Indeks Penjualan Riil Naik
"Yang dibutuhkan oleh pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya adalah Gerakan Bersama untuk memberikan sosialisasi dan edukasi kepada anak berusia 18 tahun kebawah terkait aktivitas merokok. Jadi, revisi regulasi pasti tidak akan langsung efektif tanpa adanya sosialisasi dan edukasi yang tepat," terang Ari.
Dalam hal penyusunan regulasi, Ari menambahkan, konsumen tidak pernah dilibatkan, padahal mereka adalah salah satu pihak terdampak. Konsumen rokok secara jelas turut menyumbang terhadap pemasukan negara dan pembiayaan pembangunan melalui pembayaran cukai.
Oleh karena itu, ia mendorong agar pemerintah melibatkan konsumen dalam setiap penyusunan kebijakan, termasuk soal tembakau.