RUU Pengkoperasian Resmi Dibahas dengan Pembentukan Panitia Antar Kementerian

M Nurhadi Suara.Com
Kamis, 19 Januari 2023 | 13:46 WIB
RUU Pengkoperasian Resmi Dibahas dengan Pembentukan Panitia Antar Kementerian
Gedung Kementerian Koperasi dan UKM di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (15/5/2016). [Suara.com/Adhitya Himawan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah resmi mulai membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian dengan dimulainya Panitia Antar Kementerian (PAK).

"Ini menjadi momentum membangkitkan minat masyarakat untuk berkoperasi," ucap Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM (SesKemenKopUKM) Arif Rahman Hakim pada Kamis (19/1/2023).

RUU Perkoperasian dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 2 Tahun 2023 yang beranggotakan wakil dari lintas kementerian/lembaga, seperti Kemenko Perekonomian, Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan, Kemendagri, Kementerian Investasi/BKPM, OJK, Kejaksaan Agung, dan lain-lain.

RUU Perkoperasian diharapkan mulai dibahas Komisi VI DPR RI pada masa sidang triwulan II 2023, sehingga pada 2023  segera terbit UU Perkoperasian yang baru sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang diberlakukan kembali setelah UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dibatalkan dan dinyatakan tidak konstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui judicial review.

Baca Juga: Jumlah Orang Miskin di Indonesia Naik, Anak Buah Sri Mulyani Salahkan Inflasi

"UU 25 Tahun 1992 dinilai sudah tidak sesuai dengan tantangan zaman dan kebutuhan koperasi di era digital," kata Arif.

Sehingga, KemenkopUKM menginisiasi penyusunan RUU Perkoperasian yang melibatkan peran aktif gerakan koperasi dan pemangku kepentingan terkait lainnya.

Ia juga menambahkan, pemerintah dan DPR RI periode 2014-2019 telah membahas RUU Perkoperasian yang disusun sebagai tindak lanjut putusan MK, namun RUU tersebut tidak berlanjut ke sidang paripurna, sehingga masuk dalam kategori Daftar Kumulatif Terbuka.

"Dengan status kumulatif terbuka, maka pembahasannya di Komisi VI DPR-RI dapat dilakukan di luar program legislasi nasional," jelasnya, dikutip dari Antara.

Secara terpisah, Deputi Bidang Perkoperasian KemenKopUKM Ahmad Zabadi menyampaikan berbagai isu strategis pun telah dipetakan yang mencakup ketentuan permodalan, tata kelola koperasi, perluasan lapangan usaha, ketentuan kepailitan koperasi, dan sanksi pidana.

Baca Juga: Berikan Pengarahan ke Pimpinan Kemhan, Jokowi: Pentingnya Menjadi Orkestrator Semua Informasi Intelijen

"Yang paling krusial adalah penguatan ekosistem perkoperasian, melalui pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS Koperasi), otoritas pengawasan simpan pinjam koperasi, serta komite penyehatan koperasi”, kata dia.

Pihaknya telah menyerap aspirasi dari sejumlah daerah seperti Surakarta, Surabaya, Malang, Medan, Pontianak, Padang, Denpasar, Makassar, Yogyakarta, dan Jawa Barat, yang melibatkan gerakan koperasi, aparatur dinas koperasi, akademisi, dan pemangku kepentingan lainnya. Bahkan ada serial diskusi melalui daring (zoom) agar menjangkau aspirasi lebih luas dan masif agar secara materiil dapat memenuhi rasa keadilan yang dikehendaki masyarakat.

"Semuanya dilaksanakan dalam rangka pemenuhan meaningful participation (partisipasi yang bermakna), yang menjadi tolok ukur suatu produk hukum telah disusun secara formil dengan peran aktif masyarakat," ucap Zabadi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI