Suara.com - Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dalam beberapa tahun terakhir ini memang gencar melakukan kebijakan hilirisasi terhadap sejumlah komoditas andalan Indonesia.
Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia pun mengungkapkan potensi cuan yang begitu besar atas kebijakan ini.
Dia bilang, hingga tahun 2035 jika pemerintah Indonesia istiqomah dalam menjalankan hilirisasi akan menghasilkan potensi cuan hingga USD545,3 miliar atau setara Rp8.253 triliun (Rp15.200).
"Potensi hilirisasi kalau kita fokus sampai dengan tahun 2035 ini sebesar 545,3 miliar dolar AS dari delapan komoditas," ujar Bahlil dalam Rakornas Kepala Daerah dan Forkopimda secara virtual, dikutip Rabu (18/1/2023).
Baca Juga: Warganet Heran Mas Wali Sabar Hadapi Penghina Jokowi, Gibran: Santai Bang, Dimaafkan Saja
Dirinya menambahkan, kebijakan hilirisasi harus dilakukan jika ingin Indonesia naik kelas dari negara berkembang menjadi negara maju.
"Lita tidak bisa mengharap APBN kita yang hanya sekitar 18 persen dari kontribusi terhadap GDP. Jadi mau tidak mau kita melakukan hilirisasi," ujarnya.
Dia pun menyebutkan, salah satu bentuk keberhasilan kebijakan hilirisasi adalah yang terjadi pada hilirisasi nikel.
Di mana, pada tahun 2017 hingga 2018, nilai tambah dari sektor nikel hanya mencapai USD3,3 miliar.
Namun, setelah adanya pelarangan ekspor bijih nikel dan dilakukan hilirisasi, maka nilai tambahnya meningkat hingga USD20,9 miliar.
Baca Juga: Menteri PUPR Ungkap Sejumlah Proyek IKN Gagal Lelang, Sepi Investor?
Sehingga, ke depan, pemerintah berencana untuk melarang ekspor beberapa komoditas lain seperti bauksit dan timah.
"Artinya, ini adalah sebuah prospek. Ke depan, kita akan larang lagi timah, kalau ini kita mampu lakukan maka kita mampu ciptakan lapangan pekerjaan yang berkualitas," pungkasnya.