Suara.com - Malaysia kini tengah mempertimbangkan untuk menghentikan ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak sawit dan produk turunannya ke Eropa. Negeri Jiran mengajak Indonesia, yang juga eksportir sawit ke Eropa, untuk melakukan hal serupa. Alasannya, Uni Eropa baru saja meneken undang-undang baru yang mengatur penjualan produk perkebunan dengan lebih ketat. Sawit dan produk turunannya masuk karena komoditas ini dipandang sebagai penyebab utama deforestasi di kawasan Asia Tenggara.
Mengutip Antara, Menteri Komoditas Fadillah Yusof mengatakan Malaysia dan Indonesia akan membahas undang-undang baru yang menyebutkan bahwa impor kelapa sawit dilarang di Uni Eropa, kecuali para importir bisa membuktikan bahwa produk-produk tersebut dalam proses produksinya tidak merusak hutan.
Indonesia dan Malaysia sebagai penghasil kelapa sawit utama untuk negara-negara Uni Eropa memprotes kebijakan tersebut. Padahal kedua negara ini telah membuat standar sertifikasi keberlanjutan wajib untuk semua perkebunan kelapa sawit.
Fadillah menegaskan Malaysia akan melawan kebijakan ini, termasuk dengan melibatkan para ahli apabila dibutuhkan. Jika tidak berhasil, ekspor ke negara-negara Uni Eropa akan dihentikan. Malaysia hanya akan fokus ke negara-negara lain dengan kebijakan yang tidak berbelit-belit.
Baca Juga: Fadia Alami Cedera Ligamen Pergelangan Kaki di Semifinal Malaysia Open 2023
Fadillah juga mengajak anggota Dewan Negara-Negara Penghasil Minyak Sawit (CPOPC) bekerja sama menentang undang-undang tersebut, yang hanya menjadi tudingan tidak berdasar dalam pengelolaan lingkungan.
Menanggapi hal ini, Duta Besar Uni Eropa untuk Malaysia, Michalis Rokas, mengatakan pihaknya tidak melarang impor minyak sawit dari negara tersebut ke negaranya. Undang-undang deforestasi tidak dimaksudkan untuk menciptakan hambatan aktivitas ekspor Malaysia.
Namun, undang-undang tersebut memang bertujuan untuk memastikan bahwa produksi komoditas tertentu tidak mendorong deforestasi dan degradasi hutan.
Peraturan yang sama juga berlaku di internal negara-negara Uni Eropa. Kendati demikian, Rokas tak menampik bahwa permintaan sawit ke Uni Eropa akan menurun dalam sepuluh tahun terakhir.
Meskipun saat ini Uni Eropa adalah konsumen sawit terbesar ketiga di dunia. Menurut data Dewan Minyak Sawit Malaysia, Uni Eropa menyumbang 9,4 persen ekspor minyak sawit dari Malaysia atau sekitar 1,47 juta ton pada 2022. Angka ini turun sekitar sepuluh persen dari tahun sebelumnya.
Baca Juga: Perjalanan Karier Dejan/Gloria Sebelum Jadi Semifinalis Malaysia Open 2023
Di Indonesia, industri kelapa sawit menjadi penyumbang devisa negara terbesar. Angkanya mencapai 25,60 miliar dolar Amerika atau sekitar Rp358 triliun.
Dengan besar devisa itu, industri sawit juga telah membuat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus 21,70 miliar dolar.Kelapa sawit bahkan jadi penyumbang devisa negara terbesar dalam 20 tahun.
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni