Suara.com - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berencana untuk membawa sejumlah perusahaan BUMN untuk melantai bursa pada tahun ini, setelah sempat gagal pada tahun lalu.
Namun sejumlah analis pasar modal menilai harga penawaran umum yang ditetapkan oleh perusahaan BUMN dirasa sangat mahal sehinggat tidak menarik bagi investor.
Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Roger MM menyampaikan terdapat fenomena pelaku pasar menjauhi saham perdana dari perusahaan di lingkungan BUMN, karena harga penawaranya telah mencerminkan harga wajarnya sehingga ruang untuk mendapatkan keuntungan investasi berkurang.
“ Kalau ada diskon maka investor akan senang hati memburu saham IPO BUMN maupun anak usahanya. Tapi biasanya harga saham IPO (Initial Public Offering) BUMN sudah mencerminkan harga sebernarnya,” kata Roger di Jakarta, Selasa(10/1/2023).
Baca Juga: PTPN III Gandeng BUMN Malaysia Kembangkan Industri Sawit
Ia memberi contoh pada saat IPO PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) dipatok Rp800 maka valuasinya EV/EBITDA berada dikisaran 15,6 kali hingga 19,9 kali sedangkan industri menara telekomunikasi berada dikisaran 14 Kali.
“ Jadi harga IPO BUMN lebih mahal,” kata dia.
Seperti diketahui sejumlah perusahaan BUMN seperti PT ASDP Indonesia Ferry menunda rencana IPO yang direncanakan tahun 2022. Senasib, PT Pertamina Geothermal Energi menunda rencana IPO dari tahun 2022 ke kuartal I 2023. Lalu, PT Waskita Karya Realty menunda rencana IPO karena kondisi pasar tidak mendukung.