Suara.com - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance atau Indef Faisal Basri menilai sektor industri di Indonesia kurang berkembang bahkan menuju kemunduran. Hal ini diakibatkan kurangnya inovasi yang dilakukan oleh pelaku industri.
Dia menjelaskan, memang Indonesia saat ini terus berdatangan investasi yang besar. Namun, investasi itu tidak untuk urusan inovasi, seperti riset dan pengembangan.
"Jadu, berupa konstruksi dan bangunan (investasinya). Seharusnya, investasi otak yang berupa investasi di bidang IT, juga riset dan pengembangan," ujar Faisal Basri Seperti dikutip dalam Catatan Awal Tahun Indef 2023 yang disiarkan virtual, Kamis (5/1/2023).
Berdasarkan data Asian Productivity Organization pada tahun 2022, Indonesia lebih banyak mendapatkan investasi untuk bangunan dan konstruksi yang jumlahnya mencapai 83%.
Baca Juga: Pengamat: Ekonomi Indonesia Terlalu Ditopang 'Otot', 'Otak' Jarang Dipakai
Sisanya, 10% untuk investasi selain teknologi informasi , dan 4% untuk digunakan untuk investasi IT, serta 3% sisanya untuk investasi alat transportasi.
Sedangkan, Data World Bank memperlihatkan, pengeluaran riset dan pengembangan di Indonesia hanya sebesar 0,28% dari PDB.
Padahal, standar pengeluaran biaya riset dan pengembangan di negara menengah ke bawah bisa mencapai 0,53% dari PDB.
Saat ini, hanya negara Myanmar yang investasi pengeluaran riset dan pengembangannya masih di bawah dari Indonesia yaitu sebesar 0,15% dari PDB.
"Investasi yang didengungkan itu sekedar bikin IKN, LRT, Kereta Cepat. Padahal harusnya ada investasi otak, IT capital dan R and D, karena itu yang dukung sustainability pertumbuhan industri itu," kata Faisal Basri.
Baca Juga: Shopee Gandeng Bibit Hadirkan Kemudahan Investasi Reksa Dana