Suara.com - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk langsung ngegas pada awal tahun setelah proses restrukturisasi tengah berjalan. Salah satunya, menggugat dua krediturnya yaitu lessor pesawat Greylag Goose Leasing 1410 Designated Activity Company dan Greylag Goose Leasing 1446 Designated Activity Company.
Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Garuda Indonesia setidaknya menggugat dua kreditur tersebut sekitar Rp 10 triliun.
Adapun, gugatan itu telah didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 30 Desember 2022 lalu dengan nomor perkara 793/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, upaya hukum ini dilakukan dengan pertimbangan secara seksama dan mengedepankan prinsip kehati-hatian terkait kesepakatan restrukturisasi yang telah dicapai Perusahaan.
Baca Juga: Jadi Menteri Andalan, Erick Thohir Dipamerkan Presiden Jokowi di Riau
"Upaya ini harus kami tempuh dengan pertimbangan mendalam atas implikasi yang ditimbulkan oleh Greylag melalui langkah hukumnya," ujar Irfan dalam keteranganya yang ditulis, Kamis (5/1/2022).
Menurut dia, beberapa langkah hukum yang diajukan oleh Greylag juga ditolak mendapatkan ketetapan. Misalnya, Mahkamah Agung (MA) yang memutuskan menolak Permohonan Kasasi dari Greylag, serta otoritas hukum Australia turut menolak pengajuan winding up tersebut.
"Keputusan kami untuk menempuh upaya hukum ini merupakan komitmen kami untuk melindungi kepentingan yang lebih luas terhadap kepastian landasan hukum yang solid bagi seluruh kreditur dan mitra usaha," imbuh Irfan.
"Harapan kami upaya hukum ini dapat semakin menegakan posisi hukum kami terhadap komitmen Garuda untuk bertransformasi menjadi entitas bisnis yang dapat memberikan nilai optimal terhadap ekosistem usahanya," pungkas dia.
Sejak suspensi saham GIAA dibuka, hingga hari ini saham GIAA menyentuh auto rejection bawah atau ARB di level Rp 175 per saham.
Baca Juga: Garuda Indonesia Lepas dari Pailit Berkat Duit Negara, Berapa Total Nominalnya?