Suara.com - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi digugat para pengusaha angkutan penyeberangan yang tergabung dalam Gapasdap ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, karena kebijakannya mengenai tarif angkutan penyeberangan dalam keputusan Menteri Perhubungan KM 184 tahun 2022.
Namun atas gugatan tersebut, Menhub Budi Karya Sumadi kepada wartawan menyatakan akan melawan, sebab dinilai permintaan tarif dari Gapasdap sebesar 20% dinilai Menhub terlalu berlebihan.
"Kita akan lawan dan saya yakin bahwa apa yang kita lakukan bukan untuk kami tapi untuk masyarakat banyak," kata Menhub belum lama ini.
Terkait pernyataan tersebut, Ketua Umum DPP Gapasdap Khoiri Soetomo mengatakan, bahwa sebenarnya untuk perhitungan tarif angkutan penyeberangan tersebut telah dihitung bersama-sama stakeholder tarif, dan bahkan melibatkan Kemenko Marvest pada tahun 2019 dengan Kementerian Perhubungan sebagai leadernya.
Baca Juga: Menhub Budi Karya Dikabarkan Tergelincir Saat Turun dari Helikopter, Bagaimana Kondisinya?
Dimana setelah tarif dinaikkan sebesar 10% pada waktu itu, masih ada kekurangan terhadap HPP sebesar 35,4%. Kekurangan tersebut ditambah lagi dengan adanya kenaikan harga BBM pada tahun 2022 sebesar 32% sehingga kekurangan terhadap HPP menjadi lebih besar lagi.
Kondisi tersebutlah yang mengakibatkan banyak pengusaha tidak mampu membayar gaji karyawan tepat waktu, kemudian beberapa perusahaan sudah berpindah kepemilikan atau diakuisisi karena tidak mampu membayar pinjaman perbankan, dan banyak perusahaan yang tidak mampu memberikan pelayanan sesuai dengan standar keselamatan dan kenyamanan yang telah diatur oleh pemerintah.
"Justru dengan langkah yang kami ambil ini, kami ingin melindungi masyarakat. Kami ingin masyarakat mendapatkan jaminan keselamatan dan kenyamanan transportasi penyeberangan. Bagaimana jadinya jika secara terus menerus standar keselamatan terkurangi akibat ketidakmampuan pengusaha dalam menutup biaya? Hal ini justru sangat merugikan konsumen atau masyarakat itu sendiri." kata Khoiri
"Kami sebagai garda depan dari Kemenhub dalam melayani masyarakat juga sebenarnya ingin menunjukkan citra positif dari Kemenhub dalam hal memberikan layanan kepada masyarakat, jika memang tarifnya cukup untuk menutup biaya operasional. Kami tidak ingin angkutan penyeberangan memiliki penilaian buruk di mata dunia baik dari aspek keselamatan maupun kenyamanannya, seperti yang terjadi pada moda transportasi lain dimana ada perusahaan yang dinilai memberikan layanan terjelek oleh masyarakat internasional," tambahnya
Kemudian terkait dengan dampak secara ekonomi terkait besaran kenaikan tarif jika naik sebesar 20% yang dianggap akan memicu kenaikan harga barang di masyarakat, kami juga memiliki perhitungan terkait dampak tersebut.
Baca Juga: Tarif KRL Mau Dibedakan Kaya dan Miskin, Tapi Ibu Hamil Sulit Dapat Kursi Prioritas
Sebagai contoh adalah truk pengangkut beras 30 ton di lintas Merak-Bakauheni, tarifnya saat ini adalah Rp. 974.278, jika tarifnya naik 20% maka akan menjadi Rp. 1.169.133 atau naik sebesar Rp. 194.855.
Sehingga per kg besar akan mengalami kenaikan harga sebesar Rp. 6,4 saja atau jika harga beras adalah Rp. 10.000/kg maka kenaikannya hanya sebesar 0,064% saja.
Bahkan jika tarif angkutan penyeberangan dinaikkan sesuai dengan kekurangan perhitungan yang seharusnya yaitu 35,4%, maka dampaknya hanya 0,11% atau Rp. 11,4 / kg beras.
Harusnya Pak Menhub juga dapat memahami bahwa jumlah transportasi publik dan logistik yang menggunakan ferry jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang tidak menggunakan angkutan ferry.
Seperti misal lintas Merak-Bakauheni sebagai lintasan penyeberangan yang terpadat, dalam satu hari sekitar menyeberangkan 5 ribu kendaraan truk termasuk bus, sedangkan jumlah truk yang ada di Indonesia sekitar 6,5 juta unit dan jumlah bus sekitar 200 ribu unit.
Jadi yang menggunakan angkutan penyeberangan tidak lebih dari 0.07%. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa disamping jumlahnya jauh lebih sedikit, juga dampak kenaikannya terhadap harga barang sangat kecil, sehingga dampak kenaikan tarif ferry terhadap kenaikan inflasi atau harga barang menjadi jauh lebih kecil secara total kendaraan yang ada di Indonesia.
"Dari perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa dampak kenaikan tarif angkutan penyeberangan terhadap kenaikan harga barang adalah sangat kecil. Jadi tidak benar jika dampaknya akan membebani masyarakat" demikian tutup Khoiri.