Suara.com - Di awal tahun 2o23, penyedia BBM baik perusahaan swasta maupun pemerintah menurunkan harga secara berjamaah. SPBU Vivo misalnya, perusahaan menurunkan harga produk Revvo 89 dari Rp12.000 per liter menjadi Rp11.800 per liter. Kendati demikian, yang perlu menjadi catatan adalah harga BBM swasta harus lebih mahal dari Pertamina.
Sebelum dihargai Rp12.000 per liter, Revvo 89 sempat bisa ditebus hanya dengan Rp8.900 sebelum dinaikkan. Alasannya, harga BBM swasta harus lebih mahal dari Pertamina. Saat itu, Pertalite sudah dibanderol Rp10.000 per liter akhir tahun lalu.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) angkat bicara terkait harga BBM di SPBU Vivo yang berada di bawah Pertalite. Penetapan harga tersebut dianggap menyalahi aturan lantaran harga BBM swasta seharusnya lebih mahal dari Pertamina.
Alasannya menurut Menteri ESDM Arifin Tasrif, pihak swasta perlu mematuhi kebijakan untuk menekan selisih atau disparitas harga bagi masyarakat.
Baca Juga: Harga BBM Pertamax Cs Turun, Pertalite dan Segera Menyusul?
Kemudian, Dirjen Migas, Kementerian ESDM Tutuka Ariadji juga menyatakan bahwa pihak Vivo yang telah menjual produk BBM Revvo 89 Rp8.900 per liter akan segera menyesuaikan harga layaknya Pertalite yang juga menyesuaikan harga.
Tutuka juga menambahkan alasan SPBU Vivo menjual BBM dengan harga lebih murah adalah lantaran manajemen perusahaan ingin menghabiskan stok BBM jenis tersebut dalam dua bulan ke depan. Harga tersebut jauh di bawah Pertalite yang telah dipatok Rp10.000 per liter.
Padahal dalam Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas mutu suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
Kemudian, pada Pasal 8 juga disebutkan pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang membuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya, dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Jika Pertamina terbukti membuat apalagi memaksa perjanjian dengan pihak Vivo terkait batas harga BBM maka perusahaan pelat merah tersebut bisa dituntut pidana akibat melanggar undang-undang.
Baca Juga: Erick Thohir Umumkan Harga Pertamax Turun Tapi Pertalite Tidak, Warganet: Apa Sesuai Pancasila?
Australian Competition and Consumer Commission juga menuliskan bahwa price fixing atau bentuk kerja sama untuk menetapkan harga, perilaku membatasi persaingan, serta mengurangi pilihan bagi konsumen adalah tindakan ilegal.
Ketetapan ini berlaku baik dalam bentuk perjanjian tertulis atau lisan, baik dalam situasi formal atau nonformal karena dapat memicu persaingan yang tidak sehat.
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni