Suara.com - Akurasi data pemerintah terkait impor beras jadi sorotan belakangan ini. Bahkan, Rektor IPB Arif Satria menyebut, seharusnya BPS menunjukkan peran krusial dalam hal ini.
"Kunci dari semua terkait kebijakan impor atau ekspor ataupun langkah-langkah ini adalah soal data. Di sinilah BPS menjadi krusial, menjadi penting perannya karena data ini jadi sumber untuk pengambilan keputusan yang lebih akurat, yang lebih cepat," kata Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) itu dalam webinar "Polemik Impor Beras di Akhir Tahun".
Terlebih, saat ini Indonesia telah memiliki kebijakan satu data.
"Sumber data hanya satu yaitu yang mempunyai otoritas adalah BPS bisa menyampaikan data-data akurat sehingga sebagai dasar apakah perlu impor apakah tidak," katanya, Selasa lalu.
Baca Juga: Sengkarut Masalah Beras Dan Pupuk Makin Menjadi, Legislator DPR Usulkan Reformasi Total
Saat ini, kata Arif, kebijakan perberasan nasional sangat sensitif secara ekonomi dan politik karena merupakan komoditas yang strategis.
Menurut dia, produksi beras sendiri sangat bergantung pada berbagai variabel, terlebih di tengah perubahan iklim yang saat ini terjadi.
Belum lagi, guncangan dari konflik Rusia-Ukraina yang menyebabkan krisis energi sehingga harga pupuk mengalami kenaikan.
"Di sisi lain, konversi lahan yang juga selalu sehingga tantangan untuk memacu produktivitas ini sudah menjadi keniscayaan," katanya.
Fenomena yang terjadi saat ini, menurutnya, sudah diprediksi oleh IPB pada Agustus lalu. Dalam prediksi tersebut disebutkan bahwa pada akhir tahun akan terjadi kenaikan harga dan akan terjadi penurunan produksi sekitar 0,68 persen jika dalam tiga atau empat bulan sebelumnya tidak ada upaya maksimum.
Baca Juga: Jawa Tengah Tak Butuh Beras Impor, Ganjar Pranowo: Jangan Sampai Masuk
"Kalau ada effort (upaya) khusus, terobosan (breakthrough) dari pemerintah, tentu produksi akan tetap naik di atas 1 persen, dan harga lebih bisa terkendali," kata Arif Satria.