Suara.com - Anggota Komisi V DPR RI Fraksi Gerindra, Sudewo, meminta Kementerian Perhubungan agar tidak seenaknya dalam menjalankan kebijakan Zero ODOL (Over Dimension Over Load) pada awal tahun 2023 mendatang.
Menurutnya, perlu kehati-hatian dalam menjalankannya mengingat masih banyaknya dampak yang akan muncul saat kebijakan itu diterapkan.
“Sebenarnya Komisi V sudah berkali-kali melakukan rapat dengan Kementerian Perhubungan terutama dengan Dirjen Perhubungan Darat untuk membahas tentang Zero ODOL ini. Tampaknya mereka sudah dengan tekad yang bulat untuk menyelenggarakannya mulai dari awal tahun 2023. Tapi, kalau kita lihat bagaimana kesiapannya dan bagaimana menghadapi dan mengantisipasi dampak resiko dari Zero ODOL ini, pemerintah nampaknya belum siap,” ujarnya dalam sebuah webinar baru-baru ini.
Dia mengatakan setuju sekali bahwa kendaraan ODOL berdampak terhadap berbagai hal, misalnya terjadinya kerusakan jalan, serta menjadi faktor penyebab terjadinya kemacetan lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas. Tetapi bila ditertibkan secara sporadis, maka harus ada perhitungan dampak dan resiko secara menyeluruh terhadap perekonomian.
“Namun, sayang sekali Kementerian Perhubungan maupun Kementerian Perindustrian tidak melakukan survei yang mendetail terhadap apa yang kiranya terjadi apabila Zero ODOL ini dilaksanakan,” tukasnya.
Dia melihat Kementerian Perindustrian lebih maju karena bisa menyajikan data kemungkinan terjadinya inflasi sebesar 1,2 % sampai 1,5%. Meskipun menurutnya survei ini pun belum begitu detail. Sedangkan Kementerian Perhubungan, tampaknya belum melakukan survei mendetail dampak Zero ODOL ini bila diterapkan di 2023.
“Saya, sependapat sekali dengan beberapa pakar bahwa dengan dilaksanakannya Zero ODOL, kita harus menghitung ulang berapa ongkos transportasi, berapa ongkos logistik yang harus kita keluarkan dan itu menjadi penting untuk mengambil kebijakan,” ucapnya.
Hal lain yang juga harus dilihat menurut Sudewo adalah berapa kendaraan yang bertambah serta kapasitas jalan yang ada sekarang ini. Kemudian, apakah bila Zero ODOL diberlakukan, jalan yang sudah eksisting apakah itu jalan nasional, jalan provinsi atau jalan kabupaten, dengan bertambahnya jumlah kendaraan nanti, kapasitas jalan eksisting ini memadai atau tidak.
“Kalau tidak, ini juga akan menimbulkan persoalan baru yang akan memaksa pemerintah untuk memperlebar jalan dengan konstruksi yang sesuai dengan spesifikasi angkutan barang. Itu kan biayanya tidak murah untuk menambah lebar jalan. Ini memaksa untuk menambah pengeluaran APBN kita, sementara pos APBN kita tidak begitu bagus saat ini,” cetusnya.
Baca Juga: Dugaan Penyebab Kecelakaan Kereta Cepat Jakarta Bandung, Lagi-lagi Karena Kelalaian Kerja
Hal lainnya yang perlu dihitung adalah ongkos transportasi distribusi barang itu menjadi berapa jika Zero ODOL ini diterapkan. Dia mencontohkan misalkan ongkos dari Jakarta ke Semarang dengan angkutan yang sekarang ini senilai Rp 10 juta, dan saat Zero ODOL pasti akan ada kenaikan senilai Rp 3 juta.